Selasa, 09 Juli 2013

Lonely Winter: Sesuatu Tentang Mimpi

Kami kembali ke stasiun Kota tempat kami bertemu. Keadaannya saat ini tidak jauh berbeda dari tadi pagi. Masih ramai seperti biasa.
Setelah membeli karcis, seperti penumpang lainnya, kami menunggu kereta di peron stasiun.
Tampang lusuh dan rasa lelah melekat erat di diriku. Berbeda dengan Cleva, dia masih terlihat ceria. Walau aku tau dia pasti juga lelah.

"Eh Rig, minta nomor hp elo dong,"
"buat apa?"
"ya buat dihubungin,"
"Ngapain ngehubungin gue?"
"biar bisa jalan-jalan lagi," Cleva tersenyum ramah.
"Ogah. Gak mau,"
"ayo doong, Rig, gue gak akan ganggu elo pas elo sibuk, kok," ucapnya setengah memelas.
"Dari mana lo tau gue sibuk atau nggak?"
"feeling. Biasanya feeling gue tepat loh,"

aku mengalah padanya. Aku berikan nomor hpku dan berharap itu hanya akan menjadi deretan angka yang tak pernah ia hubungi atau hafal.


Pukul 17.14
Kereta Commuter Line yang akan kami tumpangi tiba di jalur 6. Semua penumpang memasuki gerbong transportasi itu. Termasuk kami. Sialnya, keadaan di dalam lebih ramai dari dugaanku.
Kami terpaksa berdiri dengan berpegang pada gantungan di langit-langit gerbong.

Tidak butuh waktu lama bagi kereta ini untuk mengisi penumpang di stasiun. Kini semua gerbong mulai berguncang dan melaju di atas rel yang telah ditentukan.

Untuk sesaat, aku merasa pernah mengalami ini semua. Tapi kapan? 
Apa benar pernah? Atau hanya perasaanku? Mungkin ini yang dinamakan De Javu. Kejadian dimana seseorang merasa pernah mengalami kejadian yang sama sebelumnya. Seperti mimpi yang menjadi nyata.

Aku lupakan itu semua. Mungkin memang hanya perasaan sesaat. Aku terlalu lelah untuk memikirkan de javu ini.

Aku biarkan semua berlalu hingga kereta yang aku tumpangi  melaju ke stasiun tempat Cleva akan turun.
Aneh. De javu yang aku alami terasa makin kuat. Semakin kuat ketika aku melihat Cleva yang membelakangiku. Perempuan berjaket putih itu.. aku benar-benar merasa pernah melihatnya.

Kereta Commuter Line akhirnya tiba di stasiun Ganesha. Banyak penumpang yang turun di sini. Termasuk Cleva.

Cleva berbalik menghadapku. 
"Rigel, makasih ya udah nemenin gue. Gue duluan ya," Cleva tersenyum padaku.

Saat itu De javu yang aku alami menjadi sangat kuat. Jantungku berdebar kencang. Aku kembali mengorek kenangan samar yang mungkin tak pernah aku lalui.

De Javu.. mimpi yang menjadi nyata.. mimpi..? 
Seketika aku tersentak. Aku ingat mimpi yang aku alami semalam.

Di dalam kereta yang cukup ramai, aku melihat seorang perempuan. Berbaju putih, berambut panjang sebahu yang berdiri membelakangiku. Dia pergi seorang diri. Aku ingin mengenalnya tapi tidak berani menyapanya. Hingga ada kesempatan dimana kereta terguncang dan perempuan itu menatapku dengan senyuman.

Cleva.. Cleva!
memang kejadian yang aku alami tidak persis seperti dalam mimpi tapi aku yakin. Aku melihat Cleva dalam mimpiku. Ya, perempuan itu adalah Cleva.

"Hei! Cleva!" Aku memanggilnya dari tempatku berpijak. Tapi itu terlambat. Pintu gerbong kereta ini telah menutup mendahuluiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented