Selasa, 09 Juli 2013

Lonely Winter: Sesuatu Dari Alam Bawah Sadar

Jantungku berdetak makin cepat. Gadis itu menatapku. Tidak, mungkin dia menatap dompet yang kupegang. Akulah yang menatap wajahnya. Wajah gadis itu benar-benar familiar. Putih, dengan sedikit rona merah alami di pipinya, dan rambut yang menutupi mata. Aku yakin pernah bertemu dia. Hanya saja aku tidak ingat kapan dan di mana.
Dalam lamunanku, aku berusaha mengingat kembali sosok berbaju putih itu. siapa dia?

belum sempat pertanyaan itu terjawab, kudengar seseorang berteriak, 
"lo copet ya?" Rupanya gadis itu. 
"Hah?!" Pertanyaan itu mengejutkanku. Aku mencari seseorang yang dimaksud.
"hei! Gue ngomong sama elo! Copet bukan?" Dia mengulangi pertanyaannya. Rupanya dia bicara padaku. 
"Copet? Bukan! Gue bukan copet!" Gila! Bagaimana bisa aku dibilang copet? 
"Bohong ah! dompet itu buktinya," dia menunjuk kotak di tanganku.
"Ini?"
"cepet balikin! Atau mau gue panggil satpam nih?" Gadis itu mengancam. 
"Eh jangan, jangan. Ini punya lo, kan? Nih!" Kukembalikan dompet itu padanya. 

Aku tidak habis pikir perempuan yang menurutku pendiam itu ternyata agak tomboy. Sikapnya sangat kontras dengan penampilannya.


Dia mengambil dompet itu dan memeriksa isinya. 
"Nggak ada yang hilang, kan?"
"Tunggu.. gantungan kunci gue gak ada," 
"gantungan kunci apa?"
"gantungan kunci bintang laut. Tadi ada di dompet gue," ucap gadis itu sambil memperhatikan lantai di sekitarnya.
"Gue nggak liat tadi. Mungkin jatuh terus ditendang orang-orang,"
"Ayo cari sama-sama," 
"Kenapa gue juga harus nyari? Lagi pula mau cari di mana? Stasiun ini kan luas," 
"Kalau gitu temenin gue beli yang baru,"

Apa-apaan perempuan ini? Kami belum saling mengenal tetapi sikapnya sangat aneh. Terasa akrab  bagiku.
Ini pertama kalinya aku bertemu seseorang seperti dia. Orang asing yang sok kenal dan sok dekat. Siapa dia sebenarnya? Teman SD? Bukan, seingatku aku tidak punya teman yang seperti dirinya. Apa kami memang saling mengenal?

"Hei, ayo ke sini!" perempuan itu memanggilku dari pintu keluar.
Anehnya, entah bagaimana aku justru mengikutinya. Seolah aku tunduk pada rasa penasaranku.


"Gue... Rigel," aku coba memperkenalkan diri.
"Migel?"
"Bukan, Riiigel,"
"oh Rigel. Gue Cleva. Cresentia Cleva," kini perempuan itu yang memperkenalkan dirinya.
"Cresentia Cleva? Nama apa itu?"
"Ya itu nama gue.  kenapa?"
"Nggak apa-apa sih. Nama lo bagus,"
"Oh gitu. Baru kenal udah mau gombal ya?" 
"Eh, bukan gitu. Maksud gue nama lo itu langka," 
"Langka gimana?"
"jarang ada orang yang punya nama kayak lo. Oiya, kita mau cari dimana?"
"Hm.. toko yang bagus di sini apa ya? Gue gak tau daerah sini sih," 
"Lo gak tau daerah sini? Emang rumah lo di mana?"
"Ngapain nanya rumah gue? Lo mencurigakan banget, Rig,"
"ya.. bukan begitu.."
"Hahaha. bercanda kok. Rumah gue di deket stasiun Ganesha,"
"Terus lo ngapain ke sini? Mana sendirian lagi," 
"Cuma jalan-jalan doang," jawabnya.

Sepanjang perjalanan itu kami saling memperkenalkan diri masing-masing. Dari perbincangan kami, aku tau, perempuan itu bernama Cleva, seorang siswi kelas 11 di sekolah menengah atas. Sama seperti aku. Ada banyak hal yang tidak aku mengerti tentang Cleva. Sikapnya yang mudah akrab, rasa ingin tau yang besar,  semangat yang tinggi mungkin sudah biasa dimiliki banyak orang. Tapi, aku tidak pernah bertemu seseorang yang dapat menunjukkan sifat itu di saat sendirian. Apa lagi dia bisa dengan mudahnya akrab dengan orang lain.

"Jadi tadinya  lo mau keliling kota?" Tanya Cleva.
"Iya," jawabku singkat.
"sendirian? Kenapa gak ajak temen lo?"
"Mereka pulang kampung,"
"Lo sendiri gak pulang kampung?"
"nggak, keluarga gue sibuk,"

Cleva menghentikan pembicaraannya. Kami berjalan memasuki mall besar di kawasan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented