Senin, 29 Juli 2013

Lonely Winter: Cresentia Cleva


Pukul 7.29 
Aku sudah berada di stasiun tempat kami akan bertemu. Aku tiba terlalu cepat. Entah apa yang membuatku mau datang lebih awal dari waktu yang ditentukan.


Aku menghabiskan waktu dengan memperhatikan aktivitas di stasiun ini.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini stasiun Kota terlihat lebih sepi. Antrean di loket karcis pun hanya 1 sampai 3 orang. Mungkin memang karena hari libur sehingga pengguna jasa angkutan kereta berkurang.


Pukul 7.56
kereta dari arah stasiun Ganesha tiba. Aku rasa inilah kereta yang mengangkut seseorang yang kutunggu. Seseorang yang pernah kutemui dalam mimpi.

Benar saja, tak berapa lama kemudian seorang perempuan mendatangiku.


"Rigel!" Sapanya.
"Hai, Clev," aku balas menyapa gadis itu.
"Gimana kabar lo, Rig?" 
"Baik kok. Elo lama datengnya, Clev,"
"Lama? Bukannya kita janjian jam 8 ya? Lo dateng jam berapa?"
"Gue dari jam setengah 8 udah disini,"
"Ngapain lo dateng jam segitu? Jangan-jangan saking nggak sabarnya buat ketemu gue ya? Hahaha,"  Gadis berbaju putih itu tertawa.
Cleva terlihat ceria seperti biasa.

"Eh, Nggak kok. Kalau janjian gue emang suka datang lebih awal," aku coba menutupi dugaan Cleva yang tanpa kusadari adalah benar. Meski tak ingin kuakui, aku memang ingin bertemu Cleva. Entah bagaimana rasa rindu tertanam sejak berpisah dulu.

"Begitu ya? Hehe. Yaudah. Hari ini kita jadi ke museum?"
"Iya, ayo berangkat,"

Kami beranjak meninggalkan stasiun Kota menuju museum Rajawali.
Jarak dari stasiun ke museum tidak terlalu jauh. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, Cleva banyak bercerita tentang apa yang dia lalui sejak malam pergantian tahun. Tentang kegiatan sekolah atau kesehariannya. Aku sudah mengetahui cerita-cerita itu lewat dunia maya. Entah kenapa Cleva menceritakannya lagi. Hanya saja kali ini secara langsung.

Bersamanya, aku lebih banyak mendengar. Aku hanya menanggapi kisah-kisah itu seadanya. Dengan ekspresi datar yang seolah memperlihatkan bahwa aku bosan. 
meski begitu, Cleva tetap bercerita.
Entah dia yang tidak memperhatikan reaksiku atau memang tidak peduli. Gadis di sebelahku tetap saja mengoceh. 
Melantunkan cerita yang membuatku seolah jenuh.

Seolah? Ya, aku hanya berpura-pura. Tapi untuk apa aku berpura-pura di depan orang yang aku rindukan? bukankah ini yang aku inginkan? Bertemu dengan Cleva? Lalu kenapa aku malah berpura-pura? Aku belum tau jawaban pertanyaan di kepalaku. Tidak, mungkin aku yang tidak mau mengetahuinya.
Sesampainya di museum, kami disambut oleh patung Rajawali. Cukup besar. Dengan sayap membentang dan paruh terbuka lebar seolah meneriakan semangat dan keberanian bagi siapa pun yang melihatnya.

"Lo udah pernah kesini, Clev?"
"Belum. Ini museum apa?"
"Museum Rajawali. Isinya binatang sama tumbuhan gitu. Ada juga manusia purba sama dinosaurus,"
"Kayaknya seru. Ayo masuk, Rig!" Cleva terlihat bersemangat.

Memasuki gedung museum, kami tiba di ruangan yang di penuhi tumbuh-tumbuhan. Sebagian tumbuhan diletakan dalam kotak kaca. Sebagian yang lain diletakan di sembarang tempat dengan dikelilingi rantai.
Cleva sibuk mengambil gambar dan membaca papan penejelasan tentang pepohonan itu. Sementara aku hanya memperhatikan tumbuhan itu saja. Membaca penjelasan di papan itu membosankan untukku. Lebih baik memperhatikan secara langsung.
Di ruangan berikutnya, kami disuguhkan hewan-hewan yang sudah diawetkan. Sama seperti sebelumnya, Cleva membaca dan aku hanya melihat.
Kami tiba di ruangan dengan lemari kaca yang dipenuhi serangga. Ada banyak serangga yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Serangga langka yang hanya ada di tempat tertentu. Bahkan ada serangga yang sudah punah.
Aku lihat Cleva sibuk memperhatikan satu kotak kaca yang berisi kupu-kupu. Berbeda dengan tadi, aku memperhatikan matanya. Dia melihat ke satu jenis kupu-kupu berwarna hitam  dengan corak emas membentuk sabit.

"Kenapa, Clev?" 
"Eh, nggak apa-apa, Rig. Yang ini kupu-kupunya cantik," dia menunjuk salah satu jenis serangga bersayap itu.
"Hm? Biasa aja, Clev,"
"Ih coba lo perhatiin corak di sayapnya,"
"iya, terus?"
"itu kayak bulan sabit. Kupu-kupu bulan sabit. Ini langka. Cuma hidup di puncak gunung,"
"Tau dari mana?"
"Ya, baca penjelasannya, Rig. Dari tadi lo gak baca, ya?"
"Nggak. Hahaha,"
"Dasar,"
"Terus kenapa sama kupu-kupu ini?"
"Kupu-kupu bulan sabit di puncak gunung.. kayak nama gue,"
"Hm?"
"Cresentia Cleva berarti bulan sabit di puncak gunung,"
"Jadi itu artinya.."
"iya, kenapa?"
"Berarti nama lo can.. can.." seketika aku tidak bisa melanjutkan kalimatku.
"Can..?"
"Emm.. Can... ah pokoknya nama lo kayak kupu-kupu ini,"


Cleva terdiam sejenak. Ia terlihat bingung. 
"Kayak kupu-kupu ini? ooh cantik maksud lo, Rig?" Cleva terseyum sumringah.
Sementara aku mulai salah tingkah dihadapannya. 
"I.. iya itu pokoknya,"  
"Ahahaha. Makasih, Rig,"

Sebelum beranjak dari tempat itu kami menyempatkan diri berfoto bersama di depan sang kupu-kupu. Walau canggung, aku mulai merasa nyaman bersamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented