Rabu, 07 Agustus 2013

Lonely Winter: December

December.
Sudah berbagai tempat aku kunjungi seorang diri. Dengan hobinya yang suka menjelajah, aku rasa Cleva juga begitu. Gadis itu hampir tak pernah lagi memberi kabar. Komunikasiku dengannya sudah terputus berminggu-minggu yang lalu. Kami tidak berusaha saling menghubungi lagi. Setidaknya aku begitu. Walau sebenarnya aku sangat ingin bertemu. Entah bagaimana rasa gengsi mulai menghalangi sejak kunyatakan aku punya pasangan. Aku tidak menyangka hal itu berpengaruh hingga sekarang.
Setahun sudah aku mengenalnya. Kini aku kembali ke tempat pertama kali kami bertemu. Stasiun Kota. Entah apa yang membuatku ingin ke sini. Aku memutuskan menutup perjalanan seorang diriku di tempat ini.
Hari telah menjelang sore saat aku tiba. Sinar oranye menerpa tiang-tiang stasiun yang tampak lebih usang. 
Sebagai stasiun utama, suasana stasiun Kota memang tetap ramai pada saat libur akhir  tahun. Antrean di loket terlihat cukup panjang. Beberapa pengantre saling serobot seperti biasa. Sementara yang lain hanya bersabar  dan sebagian mencoba menegur. Pemandangan biasa untukku.

Di sudut lain, banyak orang bersandar di dinding ruang tunggu. Tas ransel, koper, dan kardus menjadi bangku mereka. Kursi di ruang tunggu memang sudah penuh. Kebanyakan diisi oleh ibu-ibu dengan anak di pangkuan mereka.
Aku mulai merasa senang memperhatikan keadaan sekitar dari tempatku berdiri hingga sesuatu yang tergeletak di lantai menarik perhatianku. Aku coba melihat lebih dekat. Benda kecil berbentuk bintang berwarna ungu yang tersambung rantai pendek. Seperti gantungan kunci berbentuk bintang laut. Aku memungutnya.

Aku menimang benda kecil itu. Memperhatikannya dengan lebih seksama. 
Bukan barang penting untukku, namun aku berniat mengambilnya.

saat aku ingin memasukkan bintang itu ke saku jaket yang aku kenakan, seseorang berteriak.

"Hei! Lo copet ya?!" 
Copet? Ini kedua kalinya aku diteriaki begitu. Di tanggal dan bulan yang sama. Hanya saja tahunnya berbeda.

"Bukan kok. Gue bukan..." Aku berbalik menatap seseorang yang menuduhku.
Kami saling menatap tidak percaya. Ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah seseorang yang meneriakiku. Ekspresi yang sama dengan yang aku tunjukan sekarang.

"Cleva..." Aku menyapanya pelan.
Cleva tidak balik menyapa.
Dia justru berlari dan menabrakan dirinya padaku. Tubuhnya sedikit gemetar. Aku rasa dia menangis.


"Cleva?"
"... Maaf, Rig," ucap gadis itu yang masih menyembunyikan wajahnya.

"Nggak apa-apa," Aku masih tidak percaya dengan seseorang di depanku.

"Clev?"
"Hm?"
"Apa lo harus selalu manggil gue pencopet setiap ketemu?"
"Ahaha maaf. lo mencurigakan sih," dia menyeka air matanya.
"Hahaha,"

Aku tidak menyangka akan bertemu kembali dengannya di tempat ini. Penampilan Cleva tidak berubah. Masih seperti pertama kami bertemu. Dengan jaket putih polos, celana panjang hitam dan tas yang sama persis seperti tahun. Yang membendakan hanya rambutnya yang kini terurai lebih panjang.

"Apa kabar, Rig?" ucap perempuan di hadapanku.
"Gue baik-baik aja kok. Oiya, Lo lagi mau kemana?"
"Nggak kemana-mana sih. Kenapa, Rig?"
"Mau ke mall yang dulu nggak?"
"Emm.. Ada apa nih? Tumben ngajakin gue,"
"Gapapa. Pengen ngobrol aja,"
"Hm... lo kangen gue ya?"
"Nggak kok. Hahaha. Jangan kepedean, Clev,"
"oh gitu. Gue sih kangen elo, Rig,"
"Beneran?"
"Ya nggaklah! Jangan kepedean deh. Ahahaha," Cleva tertawa ceria.


"Sial. Hahaha. Mau nggak?"
"Ayo, Rig,"

Kami berangkat menuju mall Arthapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented