Rabu, 07 Agustus 2013

Lonely Winter: Broken Promise

"Soal pacar itu... gue bohong,"
Pernyataanku barusan mengejutkan Cleva lebih dari sebelumnya.
"Sebenarnya gue nggak pacaran. Gue cuma pura-pura,"
"... Kenapa?" tanya Cleva.
"Karena gue gak boleh jatuh cinta sama lo, Clev,"
Entah apa yang dia pikirkan setelah kujawab pertanyaannya dengan sesuatu yang menurutku sangat konyol.
Sejenak keheningan merajai di antara kami.
".... Begitu ya," kekecewaan terdengar dari nada bicara gadis itu.
Sebenarnya aku tidak tega membongkar kebohonganku hanya dari mendengar suaranya barusan. Namun aku tetap melanjutkan dan mengakhiri ini semua.
"Lo inget janji kita di malam tahun baru?"

"..."
"Gue terlalu terpaku sama janji itu. Setiap kali kita jalan berdua, gue selalu jaim.  Berharap lo menjauh karena bosen sama gue. Tapi kenyataannya lo tetap gak berubah. Lo masih sering cerita, masih suka ngehubungin gue dan sebagainya. Lo tetap ada di dekat gue.
Sampai akhirnya gue berpura-pura punya pacar. Maksudnya sih biar lo cemburu dan menjaga jarak dari gue. Tapi itu pun gak ngebuat lo jauh,"
Kata-kata yang kuucapkan mengalir begitu saja. Membuka semua hal yang telah aku pikirkan saat bersamanya dulu. Aku ingin membebaskan hatiku dari sandiwara yang menolak kehadiran Cleva.
"Waktu lo datang ke stasiun dekat rumah gue. Di sana gue tegasin lagi kalau gue udah punya pacar. Gue terus berbohong supaya kita menjauh. Gue mengabaikan elo. Sampai akhirnya perlahan kita menjauh. Ini kesalahan terbesar gue, Clev,"
Cleva tidak bereaksi. Dia tetap tak berkedip menatapku.
"Lalu kita memulai kehidupan baru di kelas 3 SMA. Gue sibuk ngurusin urusan gue sendiri dan lo pun begitu. Tapi lama-lama.. gue ngerasa ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tanpa gue sadari udah menjadi hal yang berharga buat gue.
Hari-hari berikutnya gue mulai pergi sendirian, seperti yang tadi gue bilang. Setiap kali pergi, gue berharap lo ada. Gue mau dengar celotehan lo lagi, gue mau liat lo senyum, gue mau liat lo memperhatikan keadaan sekitar lagi. Tapi itu nggak mungkin. Gue udah terlanjur menjauh dari lo. Saat itu gue merasa bodoh banget. Gue ninggalin lo gitu aja. Gue ngebohongin diri gue sendiri. Rasanya gue bener-bener egois.. Gue kangen elo, Clev. Kangen banget,"
Aku berusaha menguak semua perasaan yang kupendam.
"Gue tau gue salah karena ngebohongin diri sendiri. Tapi hari ini gue nggak mau menyangkal perasaan gue lagi.. maaf, Clev, gue ngelanggar janji kita,"
"Melanggar janji? Emm.. Maksudnya, Rig?"
"Gue.. jatuh cinta sama elo, Clev,"
Sorot mata Cleva kini menunjukan rasa tidak percaya atas apa yang baru saja aku katakan.
"Cleva, Lo mau gak jadi pacar gue?"
"Jadi.. pacar?" 
"Iya," jawabku menegaskan.
Kini aku menunggu jawaban gadis ceria itu yang sekarang terlihat sangat bimbang. Aku yakin dia tidak pernah menyangka aku akan mengungkapkan perasaanku.
Aku membiarkannya berpikir sejenak. Sekali pun dia adalah Cleva, seorang gadis yang suka menjawab pertanyaanku dengan spontan, dia pasti butuh waktu untuk ini. Biarlah dia memikirkan ajakanku sementara aku menunggu dengan denyut jantung yang kian cepat.
"Rigel," setelah cukup lama aku menantinya, akhirnya dia bicara.
"ya?"
"maaf... maaf banget.. gue nggak bisa," ucapnya mengejutkanku.
"Nggak bisa? Ng.. nggak bisa kenapa, Clev?"
"Gue..  sejak awal, gue menganggap lo sebagai teman. Rigel.. Gue nggak ada perasaan ke elo," ucapnya.
Kata-kata Cleva barusan membungkam mulutku. Aku tak pernah menduga ini. Dia tidak memiliki perasaan padaku? Setelah dia menceritakan semua kisahnya dan menjadi begitu dekat denganku? Setelah semua reaksi jujurnya yang membuatku kerap kali salah tingkah?
Dia bilang tidak memiliki perasaan padaku dan hanya menganggapku teman? Apa semua yang pernah dia berikan padaku tidak ada artinya bagi Cleva? Semua rasa rindu, perhatian, ajakan dan yang lainnya bukanlah apa-apa untuknya? Aku tidak mengerti.
"Sebenarnya... sempat ada, tapi itu sebelum lo menjauh. Sebelum lo membohongi diri sendiri, dan pergi dari gue.
Setelah lo pergi, sekarang lo datang lagi dan langsung nyatain perasaan lo.. gue belum siap, Rig. Gue gak bisa begini," lanjutnya.
"Lo marah karena gue menjauh?"
"Nggak, gue nggak marah sama orang yang udah memahami gue. Lo orang pertama yang memahami gue. Terima kasih, Rig.  Gue ngerti alasan lo menjauh karena lo mau menepati janji. Lo orang yang baik. Tapi Rigel, maaf, gue nggak bisa sama lo.
Kita.. berteman aja ya?"
Ini dia. Usai sudah ungkapan perasaanku yang berakhir dengan penolakkan dari Cleva. Dia menginginkan aku sebagai temannya. Tidak lebih.
Walau kecewa, aku sepenuhnya menyadari. Aku tidak mungkin memaksa hatinya yang lama aku tinggalkan. Setelah semua sandiwara cinta palsuku, inilah yang pantas aku dapatkan.
"..... iya, Clev. Kita berteman," Aku coba tersenyum. 1 senyum palsu untuk menutupi mendung di wajahku.
Senyumku tak terbalas oleh Cleva. Dia hanya diam menunduk.  Mungkin saat ini dia merasa bersalah atas jawabannya.
Apa dia akan berpikir untuk merubah jawaban hatinya? Aku rasa tidak. Hati bukanlah sesuatu yang bisa berubah secepat itu.
Aku teringat dengan benda kecil yang tadi kupungut di stasiun Kota.
"Cleva, ini gue temuin tadi di stasiun," aku menyerahkan gantungan kunci yang mungkin adalah miliknya.
"Ini... Kok masih ada? Ini kan udah hilang dari tahun lalu," Cleva menimang benda berbentuk bintang itu.
"Emm.. ini buat lo aja, Rig. Buat kenang-kenangan. Biar lo inget gue, inget pertemuan kita dulu. Jangan sampai hilang ya?"
Aku tidak menjawabnya.
Kubiarkan keheningan mengambil alih suasana. Menghadirkan sunyi  sebagai orang ketiga di antara kami.
Pikiranku terlalu kacau saat ini. Semua kata-kata Cleva yang hanya menganggapku sebagai teman masih bergemuruh di ruang benakku. Bercampur aduk dengan kenangan usang sejak pertemuan kami yang tersirat dalam sendu di wajahku.
"Rigel? Rigel! Liat gue!" Cleva menarikku dari lamunanku.
"Rigel, tenanglah. Jangan bersedih. Kita ini teman. Setelah ini, semua masih akan baik-baik aja. Kita bakal tetap sama-sama. Tenanglah," Cleva tersenyum untuk menenangkan aku.
Senyum yang sama dengan saat dulu aku memulai kebodohanku. 1 senyuman manis yang seolah berbisik semua akan baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented