Rabu, 07 Agustus 2013

Lonely Winter: Batas kesadaran


Waktu menunjukkan pukul 20.27
Kami memutuskan untuk kembali ke stasiun.

Malam cerah di ibu kota. Gemerlap lampu di sepanjang jalan menghiasi jalan yang kami lalui. Ditemani suara hiruk pikuk kendaraan yang masih berlalu-lalang bersaing dengan lantunan lagu anak jalanan yang menengadahkan tangan penuh iba. Berharap kepingan receh dari sebagian mereka yang bahkan tak sudi menatapnya. Inilah ibu kota. Tempat yang keras dengan orang-orang yang tidak lagi peduli sesama. Aku pun begitu. Untuk saat ini.

Aku berjalan di depan Cleva. Tidak satu pun kata terucap dariku atau perempuan itu. Setelah keluar dari Mall kami seolah membisu. Aku tidak tau apa yang Cleva pikirkan. Yang kulihat padanya hanya tatapan yang tidak bisa aku artikan. Sedih, senang, menyesal, tenang, bingung aku tidak mengerti.
Berbeda dengan kekecewaan yang tergambar jelas di wajahku. Rasa kecewa yang meresap ke seluruh tubuhku yang kini terasa lemas. Menyisakan tatapan kosong pada apa pun di hadapanku. 
Aku masih memikirkan percakapan kami. Tidak kusangka Cleva menolakku. Aku tau semua salahku. Aku yang bodoh karena menjauh darinya hanya karena sebuah janji konyol. Dengan berpura-pura memiliki pasangan aku meninggalkan seseorang yang sebenarnya aku cinta. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Dalam langkah gontai aku terus memaki diri sendiri.
'Kita ini teman, Rig. Tenanglah' kata-kata Cleva kembali berputar di benakku. Teman? Ya, untuk saat ini. Tapi setelah ini aku dan Cleva akan semakin jauh.  Entah siapa yang terpaksa menjauh lebih dulu. Alasannya? Aku tidak tau. Inilah yang biasa terjadi pada seseorang yang putus atau ditolak cintanya.
Kami akan menjadi 2 orang yang hanya saling tau tapi tidak mengenal. Aku tidak ingin seperti itu. Aku tidak ingin kami menjauh. Tidak lagi.
Aku masih melangkah dalam diam. Masih berkutat dengan pikiranku. Hingga kusadari semua langkah kaki orang di sekitarku berhenti. Aku berada di tengah persimpangan jalan. Tak ada siapa pun di sampingku. Aku sendiri.
Kulihat lampu hijau yang beranjak kuning di ujung jalan dan sepasang cahaya putih yang perlahan mendekat.

Aku mendengar orang-orang di belakangku mulai berteriak. 
"Awas, nak!"
"jangan di tengah jalan!"
"menghindar!" pekik mereka.

Mereka meneriakiku yang masih berdiri terpaku di tengah persimpangan jalan. Aku dengar suara mereka yang mulai redup tergantikan bunyi klakson dari mobil sedan yang dengan cepat melaju ke arahku.

Semakin dekat sedan itu denganku membuatku mengerti apa yang akan terjadi. Aku terlambat menyadari ini. Terlambat untuk beranjak dari tempatku berpijak. 
Apa ini akhir dariku? Ya, mungkin begitu.

Pandanganku memutih saat kurasakan tumbukan keras menghantam tubuhku. Aku terpelanting ke tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented