Kamis, 26 Juli 2012

You, Me, and Dandelion's dance 9

Hari beranjak siang. Namun suasana sejuk masih terasa di tempat ini. Semilir angin menyapu rerumputan tanpa arah. ''Eh You, kamu dengar tidak?'' Me memejamkan matanya. ''Dengar apa, Me?'' ''..... Sebentar lagi.. Berdiri deh.'' ''Hm? Ada apa sih?'' You berdiri di samping Me. ''Hembusan angin kearah sini.. Jangan tutup mata kamu ya.'' Angin kencang mulai berhembus. Menerpa pepohonan, menghasilkan suara gesekan ilalang. Menerbangkan benih-benih dandelion ke segala penjuru. ''Me, ini indah banget!'' You tersenyum. ''Indah? Ini keren, You! Hahaha.'' ''Iya. Kayak salju. Mereka dibawa kemana ya?'' ''Mereka siapa, You?'' ''Dandelion-dandelion ini.'' ''Hmm entahlah. Tapi, tidak seperti bintang jatuh yang tidak bisa kembali ke langit. Dandelion ini akan bersemi lagi. Entah kapan. Entah dimana. You?'' ''Apa?'' ''Ada yang ingin aku..'' ''Me! Hidung kamu berdarah!'' ''Hah?'' Me mengusap hidungnya. Darah segar menetes. ''Kamu nggak apa-apa, Me? Duduklah. Ini, pakai sapu tangan.'' ''Aku nggak apa-apa kok. Terimaka...'' Badan Me perlahan terhuyung ke belakang. ''Me? Kamu kenapa? Bangun, Me!'' Me tidak menjawab. Ia tak sadarkan diri. *Katakanlah padaku.. Jika aku bukanlah diriku, masihkah kau ingin mengenalku? Jika aku bukanlah diriku, masihkah kau menungguku? ______________________________________________________________________________ ''Halo, Fi? Bisa temuin gue di Rumah Sakit Panama? ........Nanti gue ceritain, tolong kesini sekarang ya.. Iya, makasih, Fi.'' You menutup telponnya. You berdiri disamping Me yang tengah terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Ditemani seorang bapak-bapak dan 2 orang anak kecil, cucu dari kakek penjaga warung. ''Mbak, sebenarnya mas Me ini kenapa?'' tanya seorang bapak yang menolong mereka. ''Saya juga nggak tau, pak. Tiba-tiba tadi dia mimisan lalu pingsan. Terima kasih banyak, pak. Kalau tidak ada bapak tadi.. Saya nggak tau harus gimana...'' ''Kak? Kakak jangan sedih. Kak Me pasti baik-baik aja kok.'' salah satu anak kecil itu mencoba menenangkan You. ''Iya.. Makasih ya,'' You tersenyum ramah. Drrrt! Drrrt! Handphone You bergetar. ''You, lo dimana? Gue udah di receptionist.'' pesan singkat dari Alfi. ''Lantai 2 kamar 157 .'' balas You. Tak lama kemudian Alfi datang bersama Ginta. ''You, lo nggak apa-apa?'' tanya Alfi. ''Nggak, gue nggak apa-apa. Eh ada Ginta juga.'' ''Iya, tadi Alfi minta dianterin. Katanya lo lagi di rumah sakit. Emang lo kenapa?'' ''Bukan gue, Gin.. Tapi...'' ''Eh ini Me kenapa?!'' Alfi terkejut melihat Me terbaring. Selang infus dan oksigen tersambung ke tubuhnya. ''Ini Me...?'' ''...... Iya, Gin.'' ''Dia kenapa?'' tanya Ginta. ''Nggak tau. Tadi dia tiba-tiba pingsan. Oh iya, ini bapak yang menolong kami tadi.'' You memperkenalkan bapak itu kepada Ginta dan Alfi. ''Mas sama mbak ini temannya mas Me, ya?'' tanya bapak itu. ''Iya, pak. Terimakasih sudah menolong dia, pak.'' ucap Ginta. ''Iya sama-sama, mas'' ''Eh You, ini gimana ceritanya? Dokternya bilang apa?'' Alfi mulai tenang. ''Dokter bilang.. Ada pendarahan di otaknya'' ''Hah?!'' ''Fi, jangan berisik! Kok bisa, You?''. ''Nggak tau, Gin. Dia nggak pernah bilang.'' ''Loh? Bukannya kalian sama-sama terus ya?'' ''Tapi dia nggak pernah cerita'' 'Jadi.... Waktu itu.. Me nggak bercanda?! Dia nggak bohong?! Berarti Me... Gue harus ngasih tau You!' pikir Alfi. ''Emm.. You..'' ''Kenapa, Fi?'' ''Ng......'' Me perlahan mulai tersadar. ''You....'' ucapnya pelan. Selang oksigen di hidungnya membuat Me sulit bicara. ''Iya, Me..'' You tersenyum. Airmata kembali membasahi pipinya. ''Maaf...'' ''Ginta.. Ikut gue yuk?'' ajak Alfi. ''Kemana?'' ''Cari makanan'' ''Tapi...'' ''Udah ikut aja'' Alfi menarik Ginta keluar. ''You, gue sama Ginta cari makan dulu ya.'' Mereka pergi meninggalkan You dan Me. ______________________________________________________________________________ Alfi dan Ginta berjalan sepanjang koridor rumah sakit. ''Mau makan apa, Fi?'' ''Nggak. Gue nggak laper.'' ''Terus kenapa keluar?'' ''Gue mau cerita... Tentang Me.'' ''Hm?'' Alfi kembali menceritakan apa yang telah Me sampaikan ketika di rumahnya *** ''Hah?! Serius?'' Ginta terkejut mendengar cerita Alfi. ''Awalnya gue juga nggak percaya. Me juga kelihatannya gak serius waktu itu.'' ''Terus?'' ''Tentang You.. Gin, gue tau lo cemburu. Tapi..'' ''Iya, Fi. Gue ngerti kok'', Ginta langsung memotong perkataan Alfi. ''Gue akan ngedukung mereka.'' tambahnya. ''Makasih, Gin. Lo emang teman yang baik'' ''Tapi gue nggak nyangka deh, Fi.. Keadaan Me udah begitu dari dulu dan You nggak tau..'' ''Iya. Pasti dia nggak ingin You sedih'' ''Nah! Lo sendiri gimana, Fi?'' ''Apanya?'' ''Lo bakal ngasih tau You, nggak?'' ''Hmm.. Gue bingung. Me bilang, jangan kasih tau You. Bayangin deh! Dia ngasih tau gue yang baru dia kenal. Sementara You yang teman dekatnya dari dulu, nggak dikasih tau. Menurut lo gimana, Gin?'' ''Menurut gue.. Mungkin lebih baik kita kasih tau aja, Fi. Kalau nggak dikasih tau, kasian You.'' ''Iya juga sih.. Tapi tetap aja Me bilang jangan kasih tau. Aduuh! Kenapa jadi kita yang bingung gini ya?'' ''Iya. Harusnya kan lo doang yang bingung. Lo malah cerita ke gue. Kan gue jadi bingung juga!'' ''Biar gue ada temen bingung, Gin.ah! Kita kasih tau aja deh.'' ''Yaudah. Besok, lo ajak You jalan-jalan, Fi.'' ''Lah? Terus lo gimana?'' ''Ya kan yang ngasih tau elo.'' ''Ogah! Lo juga harus ikut!'' ''Memang kenapa?'' ''Pokoknya ikut! Besok kita bawa You ke...'' ''Eh besok kan kuliah, Fi.'' Ginta memotong ucapaan Alfi. ''Mending di kampus aja. Pas pulang kuliah.'' lanjutnya. ''Ah ide bagus! Yaudah besok di kampus. Lo harus ikut, Gin.'' ''Iya iya. Eh, Me kita bawain apa?'' '' ... . Lo mau beliin sesuatu buat Me?'' Alfi ragu. ''Iya, kenapa?'' ''Bukannya lo..'' ''Apa? Cemburu? Kesel? Nggak kok. Lagian gue belum pernah ketemu Me, masa gue langsung kesel? Dia juga lagi sakit. Ya walaupun You sama Me saling suka, tetap aja gue harus menolong mereka, kan?'' ''Gin.. Ternyata lo memang teman yang baik!'' ''Yaudah beliin apa nih?'' ''Buah-buahan aja kali ya.'' ''Yaudah yuk.'' Ginta dan Alfi berjalan keluar Rumah sakit. ______________________________________________________________________________ Hari beranjak malam. Di kamar 157 tempat Me terbaring,You masih menemani Me yang baru tersadar. Bapak dan kedua anak kecil tadi sudah pulang. Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar itu. ''You, ini kita bawain buah-buahan buat Me.'' Alfi dan Ginta datang. ''Makasih ya.'' ''Me...'' Alfi hanya memandangi Me dengan perasaan bersalah. ''Eh iya, Me.. Ini Ginta, teman kuliahku.'' You memperkenalkan Ginta. ''Gue Ginta.'' ''Iya, gue Me.'' Me menyodorkan tangannya. ''Eh nggak usah salaman dulu. Nanti infusnya lepas.'' ''Iya hahaha'' Me tertawa pelan. Mereka bercengkrama di ruangan itu. Sementara Alfi masih ragu. Ntah apa yang harus dia katakan kepada Me karena tidak mempercayai cerita Me. Dia hanya berusaha tersenyum. ''Eh You, pulang yuk? Udah malam nih.'' ajak Alfi. ''Iya, besok kan kuliah.'' Ginta menambahkan. ''Tapi..'' ''Gapapa.. Pulanglah You.'' Me tersenyum. ''Iya, Me kan harus istirahat dulu.'' ''Hmm.. Yasudah. Me, kita pulang dulu ya.'' ''Iya. Terimakasih You. Terimakasih udah dateng Alfi, Ginta.'' ''Iya. Cepat sembuh, Me.'' Mereka pun beranjak pergi meninggalkan Me di kamar itu. ______________________________________________________________________________ Keesokan harinya. Selesai kuliah, Alfi dan Ginta mengajak You ke kantin. You masih tampak murung, memikirkan Me. ''You? Lo gapapa? Kok kayaknya sedih banget.'' Ginta membuka pembicaraan. ''Sedih? Nggak. Gue gapapa kok.'' ''Hari ini lo mau ke tempat Me lagi?'' ''Nggak, Gin.'' jawab You singkat. ''Eh kalian mau pesan makanan nggak? Lo mau apa, You?'' ''Gue nggak, Fi.'' Ginta dan Alfi saling menatap. Ginta memberi isyarat agar Alfi menceritakan yang telah Me katakan. ''You.. Emm.. Ada yang ingin gue ceritain.'' ucap Alfi ragu. ''Apa?'' ''Ini tentang Me.'' ''Me? Kenapa?''. Alfi menatap Ginta sekali lagi. Ginta mengangguk, tanda agar Alfi melanjutkan. ''Lo inget kan waktu kita ngebersihin rumah Me? Waktu gue pengen ngambil minum di dapur atas.'' ''Iya?'' ''Waktu jalan ke dapur.. Gue ngeliat bekas tetesan darah. Gue ngeliat Me. Dia mimisan gitu.'' You tak bereaksi. Dia hanya diam mendengarkan. ''Terus, gue tanya dia kenapa. Dari situ dia mulai cerita. Tentang keluarganya, tentang dia yang mengidap sakit parah sejak kecil.'' lanjut Alfi. ''Sakit sejak kecil?'' ''Iya, dia nggak cerita ke elo ya?'' ''....... Nggak.'' ''Sebenarnya Me ngelarang gue ngasih tau lo tentang ini, You. Tapi.. Mungkin lo harus tau. Me bilang, dia sakit dari kecil karna tekanan keluarganya. Juga banyak masalah lain. Ditambah lagi kecelakaan yang menimpa keluarganya. Keadaan Me semakin buruk. Penyakitnya semakin parah.'' jelas Alfi. ''..... Me nggak pernah nunjukin kalau dia sedang sakit.'' ''Mungkin dia nggak ingin lo sedih dan khawatir.'' kata Ginta menanggapi. You kembali terdiam. Pikirannya melayang jauh mendengar cerita yang disampaikan kedua temannya. ''You.. Me bilang... Waktunya nggak lama lagi.'' lanjut Alfi. ''Cukup....'' ''Dia bilang..'' ''Cukup, Fi!'' You langsung memotong perkataan Alfi. ''Kalian tau apa tentang dia!? Kalian baru kenal dia, kan? Kenapa kalian cerita begini ke gue?'' ''..... You, awalnya gue sendiri nggak percaya dan ngira Me cuma bercanda. Tapi pas lo ngasih kabar, Me masuk rumah sakit karna pendarahan otak...'' ''Fi... Cukup... Makasih ceritanya.'' You segera bangkit dari kursinya dan meninggalkan Ginta dan Alfi. ''Fi, keliatannya dia nggak percaya.'' kata Ginta. ''Gue rasa... Sebenarnya dia percaya. Tapi mungkin nggak mau nerima keadaannya. Gue yakin Me udah ngasih tau sesuatu.'' ''Terus kita gimana lagi? You malah pergi.'' ''Biarin aja, Gin. Mungkin dia butuh sendiri dulu. Yaudah kita pulang aja yuk?'' ''Hmm.. Yaudah, Fi.''

Rabu, 25 Juli 2012

You, Me, and Dandelion's dance 8

Drrrt! Drrrt! You bergegas meraih handphonenya yang tergeletak di tempat tidur. ''1 text message.'' terpampang di layar handphone You. ''You, besok kamu kuliah, nggak?'', isi pesan singkat dari Me. ''Tidak, Me. Kenapa?'', sent! Balas You. Tak berapa lama berselang, handphone You kembali bergetar. Kembali sebuah pesan dari Me, ''besok aku mau pergi. Kamu ikut ya?'' ''Mau pergi kemana, Me?'' balas You. ''Pokoknya kamu ikut aja, You. Besok aku jemput jam 8 bisa?'' ''Bisa kok. Tapi mau kemana, Me?'' ''Rahasia hahaha. Besok juga tau kok. Udah dulu You. Jangan tidur terlalu malam ya. Selamat malam You.'' Me mengakhiri pesannya. ''Baiklah, selamat malam juga, Me.'' balas You. Jam dinding menunjukan pukul 22.43 You mengambil buku sketsa dan alat menggambar yang sudah dipersiapkannya untuk Me. Seketika You teringat Ginta yang memilih benda itu sebagai kado untuk Me. Kata-kata Alfi tentang Ginta tadi sore masih terngiang di telinganya. ''Ah sudahlah.'' You membuang pikirannya tentang perkataan Alfi dan bergegas tidur _____________________________________________________________________________________ Pagi hari. You sudah siap dengan baju putihnya. Tinggal menunggu Me untuk menjemputnya. Buku sketsa dan alat menggambar untuk Me juga sudah rapi ia bungkus dengan kertas kado. Tak berapa lama kemudian, Me datang dengan sepeda motornya. ''Kamu sudah siap, You?'' tanya Me. ''Kita mau kemana sih?'' Me hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan You. Matahari mulai meninggi pagi ini. Masih setia menebar kehangatannya pada dunia. Sinarnya yang teduh masih tertutup awan-awan tebal di langit pagi. Me memacu sepeda motornya bersama You. _____________________________________________________________________________________ Suasana perkotaan kini berganti dengan padang hijau luas yang sejuk. Me masih memacu motornya melewati jalan yang sepi legang. Hanya sedikit kendaraan yang melintas. Di pinggir jalan terdapat sebuah warung kecil. Me menepi ke warung itu dan meminta izin untuk menitipkan sepeda motornya kepada seorang kakek penjaga warung dan 2 orang cucunya. ''Halo, Kek.'' Me tersenyum menyapa kakek itu. ''Iya, siapa ya?'' kakek itu memperhatikan Me dan You yang baru dating. ''Saya Me, yang dulu suka main kesini sama Ayah saya.'' ''Me? Ooh rupanya kamu, nak. Sudah lama kamu tidak kesini.'' Kakek itu tampak ramah. Begitu pula dengan 2 cucunya yang masih kecil, terlihat akrab dengan Me. ''Me, itu kakek kamu?'' tanya You berbisik. ''Bukan hahaha. Dulu aku suka kesini sama papa. Suka ketemu sama kakek ini juga. Jadi udah kenal.'' jelas Me. ''Kamu nggak pernah ngasih tau aku.'' ''Kan itu waktu awal SMA, You. Ohiya, Kek, kenalin ini You, emm...teman saya.'' You tersenyum ramah. ''Ooh iya iya. Kamu mau ke tempat itu lagi ya, nak?'' tanya kakek itu. ''Iya, Kek. Makanya, saya boleh titip motor disini ya, kek?'' ''Yasudah.. Boleh kok.'' ''Makasih, kek. Kalau begitu kami pergi dulu ya.'' ''Iya. hati-hati! jalannya agak licin, nak.'' ''Iya, terimakasih ya, kek.'' Me pamit meninggalkan kakek itu dan kedua cucunya. ''Me, dulu kamu sering kesini?'' ''Iya.'' ''Untuk apa?'' ''....... Tutup mata kamu, You..'' ''Hah? Ada apa, sih?'' ''Tutup aja.. Aku mau nunjukin sesuatu.'' ''Nggak mau. Aku nggak tau ini dimana. Terus kakek tadi bilang jalannya licin, memangnya kita mau kemana lagi? Nanti kalau aku kenapa-kenapa, gimana?'' ''You bawel ya hahaha.'' ''Nggak! Ini kan demi keamanan.'' ''Tenanglah.. Tutup mata kamu.. Aku yang jaga kamu.'' ''Emm.. Nggak ah.'' ''You.. Percaya deh..'', Me menggenggam tangan You. ''Emm...'' You memejamkan kedua matanya. ''Terimakasih, You.. Jangan ngintip ya.'' Me menggandeng You menyusuri jalan setapak di dekat warung tadi. ''Masih jauh, Me?'' ''Nggak kok, sebentar lagi. Jangan ngintip!'' Semilir angin kian terasa seiring langkah You yang dipandu Me. Wangi alami rerumputan yang khas makin tercium sepanjang jalan yang mereka lalui. ''Nah...'' Me meninggalkan You. ''Me? Mau kemana? Aku udah boleh ngebuka mataku, belum?'' langkah You terhenti. ''You.. Kamu boleh buka mata kamu sekarang.'' ''Hm? Me?'' Me berdiri beberapa langkah di depan You. ''You.. Berbaliklah..'' Me tersenyum. ''Ini.....'' You terkejut dengan apa yang dilihatnya. Hamparan padang rumput hijau membentang luas di hadapan You. Ditaburi ratusan bunga Dandelion putih yang sedang mekar. ''Me...'' ''Jika kamu menunggu bintang jatuh di malam hari, maka aku menunggu Dandelion di musim semi..'' Me tersenyum di hadapan You. Dengan spontan You berlari ke arah Me dan memeluknya. ''Me.. Terimakasih...'' ''Ahahaha. iya.'' mereka duduk ditengah padang luas bertahtakan Dandelion di sekitarnya. ‘’bukannya kamu bilang ingin melihat dandelion di luar negeri, Me?’’ Tanya You. ‘’iya, disana lebih bagus. Tapi aku tau tempat ini. Jadi aku mau ngajak kamu kesini.’’ ''Kamu dulu sering kesini?'' ''Nggak sering juga sih.. Tapi aku suka disini dulu.'' ''Kapan?'' ''Waktu awal-awal pindah. Dulu papa suka ngajak aku kesini.'' '' .... Aku turut sedih dengan keluarga kamu, Me.'' ''Iya, makasih, You.'' ''Oh iya, ini aku mau ngasih kado buat kamu.'' You memberikan hadiahnya yang sudah dia persiapkan. ''Kado? Emangnya aku ulang tahun?'' ''Nggak sih.. Anggap aja hadiah selamat datang dari luar negeri hahaha.'' ''Ooh hahaha makasih, You. Aku buka ya?'' ''Iya.'' Me membuka bingkisan yang diberikan You. ''Buku sketsa, ya? Satu set sama alat-alatnya?'' ''Kamu... Masih suka ngegambar, kan?'' ''Masih kok hehe. Makasih banyak, You.'' Me tersenyum. Ia mulai meraut pensilnya dan memulai sketsa. ''Me.. Tempat seindah ini.. Kenapa sepi, ya? Kalau sudah ada dari dulu, harusnya kan lumayan terkenal.'' You menatap jauh ke sekitar padang dandelion itu. ''Mungkin orang-orang disini terlalu sibuk dengan pembangunan kota. Tapi lebih bagus begini.'' ''Kenapa?'' ''Ya padang dandelion ini akan tetap alami.'' Me tetap melanjutkan goresan-goresan pensil di buku sketsanya. ''Me.. Ada yang mau aku tanya..'' ''Hm? Apa, You?'' ''Emm... Sebenarnya perasaan kamu itu gimana sih?'' ''Perasaan?'' ''Iya. Perasaan kamu.. Ke aku..'' ''....... Kamu kenapa?''. Me menghentikan sketsanya. '' ... . Aku.. Cuma ingin tau.. Hubungan kita itu apa sih, Me? Apa kita cuma sekedar teman dekat?'' ''......... Kamu maunya gimana?'', Me balik bertanya. ''Kenapa kamu nggak nembak aku? Kenapa kita nggak pacaran?'' ''You... Apa sih pentingnya pacaran?'' ''Emm... Untuk berusaha saling memahami? Saling mendukung? Saling menjaga?'' ''Memangnya kalau aku bukan pacar kamu, aku nggak akan berusaha memahami kamu? Aku nggak mendukung kamu atau ngejaga kamu?'' You terdiam. ''Menurut kamu, apa yang menjadi landasan seseorang pacaran?'', Me kembali bertanya. ''Perasaan saling suka dan perasaan sayang.. Juga cinta.'' ''Kamu tau apa bedanya tiga perasaan itu?'' Me melanjutkan gambarnya. ''... Apa, Me?'' ''Rasa suka itu ingin memiliki, rasa sayang berarti tidak ingin kehilangan, tapi cinta... Cinta itu ikhlas. Seperti cintanya baginda Rasulullah SAW. Kepada umat manusia..'' ''Kamu tau, You? Banyak orang yang pacaran, suatu saat mungkin mereka berpisah. Lalu apa yang mereka lakukan? Sebagian besar akan berusaha melupakan seseorang yang pernah berharga di hidupnya. Melupakan kenangan mereka. Dan akhirnya benar-benar terpisah. You.. Aku nggak ingin begitu. Aku nggak butuh cinta dengan status.’’ Jelas Me. ‘’... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.. Lewat kata yang tak sempat disampaikan.. Awan kepada air yang menjadikannya tiada...'', Me menatap You. ''... Dan aku ingin mencintaimu dengan sederhana.. Dengan kata yang tak sempat diucapkan.. Api kepada kayu yang menjadikannya abu..'' You tersenyum, melanjutkan puisi yang diucapkan Me. ''Kamu tau puisi itu, You?'' ''Iya, karya bapak Sapardi Djoko Darmono. Aku pernah baca dulu. Emm.. Me?'' ''Ya?'' ''Maaf...'' ''Maaf? Untuk apa?'' ''Mungkin sejak awal.. Aku cuma sok mengerti kamu.. Aku menganggap tau banyak hal tentang kamu padahal nyatanya nggak. Tapi aku sayang kamu.. Aku ingin kita sama-sama..''. Air mata menetes di pipi You. ''You.. Nggak ada yang abadi di dunia ini. Suatu saat kita akan berpisah. Jangan takut dengan perpisahaan, karna kamu akan menemukan hal yang baru. Jangan menangis, You. Terimakasih karna kamu udah mencoba memahami aku. Aku juga sayang kamu.'' Me menghapus air mata di pipi You. *Kamu adalah putih.. Bagai Dandelion yang bebas menari bersama angin.. Dan kamu adalah putih.. Bagai Dandelion yang terhempas angin dan akan kembali bersemi.. Aku hanyalah hitam.. Bagai bayangan yang hanya menatap keindahaanmu dari sisi gelapku.. Dan aku hanyalah hitam.. Bagai bayangan yang berharap kau jatuh dan menemani sepiku..

You, Me, and Dandelion's dance 7

''Bang, jus alpukatnya satu ya!'' pinta Alfi dari mejanya. ''Loh? Tumben nggak minta air putih, Fi.'' ''Nggak ah, You, bosen air putih terus. Lo nggak mesen?'' ''Nggak deh. Nanti aja.'' Seseorang datang ke meja mereka, ''ini mbak, jusnya..''. ''Makasih, bang. Beneran nggak mau, You?'' tawar Alfi sekali lagi. ''Nggak, makasih. Jadi, gimana menurut lo, Fi?'' ''Hm? Apanya?'' ''Tentang Me. Menurut lo dia itu gimana?'' tanya You. ''Me? Dia itu... Baik sih, lumayan asik terus gampang akrab.'' ''Tapi dia juga agak aneh ya...'' tambahnya. ''Aneh gimana?'' ''Iya aneh aja, You. Bercandanya kayak serius gitu. Gue jadi bingung sendiri'', Alfi memainkan sendok di dalam gelasnya. ''Serius gimana, Fi?'' ''Eh kalian ngomongin siapa? Ngomongin gue ya?'', seorang laki-laki datang menghampiri You dan Alfi yang sedang duduk di kantin. ''Apaan, sih, Gin? Jangan ge-er deh.'' ''Eh, Fi, serius gimana?'' You tidak menghiraukan Ginta yang memotong pembicaraannya dengan Alfi. ''Iya.. Me itu..'', Alfi tidak melanjutkan perkataannya. Ia teringat dengan pesan Me, ''jangan kasih tau, You''. 'Yang waktu di dapur itu bercanda bukan, sih? Gue gak percaya dia sakit parah kalau ngeliat dari sikapnya.. Tapi.. Me sampai berdarah.. Ah paling cuma kecapekan aja kali ya.. Emang beneran bercanda! Kebetulan aja kondisinya lagi mimisan makanya dia bisa ngebuat cerita dramatis gitu! Tapi.. Tetep aja sorot matanya serius banget.. Apa dia emang serius ya? Ah elah!', pikir Alfi mengingat obrolannya dengan Me kemarin siang. ''Me itu.. Ah pokoknya begitu deh!'', Ucap Alfi tak mau berpikir panjang. ''Begitu gimana?'' You tetap mendesak Alfi. ''Tanya sendiri aja ke orangnya, You.'' ''Me? Siapa sih itu?'', tanya Ginta. ''Kan udah diceritain, Gin, waktu kita nonton bareng.'' ''Hah? Siapa, Fi?'' ''Me itu temennya You. dia baru pulang beberapa hari yang lalu, Gin.'' jelas Alfi. ''Ooh dia.. Temen dekatnya You, ya?'' ''Iya, Gin.'' jawab You. ''Ohiya, You, lo udah ngasih kado yang waktu itu belom?'' ''Kado...? Ohiya! Gue lupa, Fi! Nanti deh kalau ketemu dia lagi.'' ''Emang kapan mau ketemu lagi?'', tanya Alfi. ''Eh, gue duluan ya..'' Ginta beranjak dari kursinya. ''Gin! Lo kan baru dateng, kok udah mau pergi aja?'' ''Ahaha ada urusan, You. Yaudah ya, gue duluan'', Ginta memutuskan untuk meninggalkan You dan Alfi di kantin sore itu. ''Dia kenapa, sih?'' tanya You. ''Hmmm Lo nggak sadar ya?’’ ‘’sadar apa?’’ ‘’ Ginta itu suka sama lo, You!'' ''Hah?!'' You terkejut mendengar ucapan Alfi. ''Beneran, Fi?!'' ''Bener, You.'' ''Lo tau darimana?! Dia bilang ke lo?!'' ''Nggak, gue tau dari tingkahnya. Dia kan sering deketin lo dari dulu. Awalnya sih gue kira biasa aja, tapi semenjak lo ngomongin Me, Ginta jadi lebih diem. Lo nyadar nggak?'' ''Nggak, gue nggak merhatiin. Masa sih begitu?'' ''Menurut gue sih begitu. Mulai dari pas kita jalan bareng, beli kado, dan pas lo mau ngejemput Me, dia langsung jadi pendiem gitu. Mungkin dia cemburu. Lo liat kan gimana reaksinya tadi?'' ''Emm.. Iya sih kalau diperhatiin.. Aduuh! Terus gue harus gimana, Fi? Gue nggak sadar sikap dia dari dulu.'' ''Ya wajar sih.. Di saat seseorang jatuh cinta, dia akan terus mengejar orang yang dicintainya tanpa sadar sedang dikejar orang yang mencintainya..'' ''Aduh, Fi...'' ''Ngerti, nggak? Lo ngejar Me dan tanpa sadar lo juga dikejar Ginta.'' jelas Alfi. ''Terus yang ngejar lo siapa, Fi?'' ''Debt collector!!'' ''Hah?! Beneran?!'' ''Ya nggaklaah! Mana gue tau, You.'' ''Hahaha kirain beneran. Eh, terus gue harus gimana, Fi? Kasian Ginta kan kalau begini..'' ''Hmm.. Lo suka nggak sama dia?'' tanya Alfi. ''Biasa aja sih.'' ''Yaudah lo biasa aja kalau gitu.'' ''Pura-pura nggak tau dia suka sama gue? Tapi kan kasian dianya, Fi'' ''Udah, yang itu biar gue aja yang ngurus, You.'' ''Hah? Emang lo mau ngapain dia?'' ''Nggak gue apa-apain kok. Oh iya, lo ketemu sama Me lagi kapan?'' ''Belum tau. Emang kenapa?'' ''Nggak.. Nggak apa-apa. Yaudah yuk, pulang. Udah sore nih.'' Alfi bangkit dari kursinya. ''Hmm.. Yaudah deh, yuk.''

You, Me, and Dandelion's dance 6

''Itu rumahnya, You?'' tanya Alfi sambil memperhatikan rumah besar di ujung jalan. Rumah yang tampak cukup tua tak terawat. ''Iya, itu rumahnya Me.'' ''Kok kayaknya sepi banget ya? Terus keliatannya nggak ada yang ngerawat rumah itu..'' ''Iya memang, keluarga Me kan pindah ke luar negeri. Kalau mau tau, tanya aja langsung sama Me nanti, Fi.'' Alfi hanya mengangguk menanggapi. Matahari bersinar cukup cerah di hari Rabu pagi ini. Meski begitu, udara masih terasa dingin. Jalanan aspal yang You dan Alfi lalui tampak masih basah dan tergenang air sebagian akibat hujan kemarin malam. ''Eh You, lo udah bilang kan, gue mau dateng?'' tanya Alfi membuka pembicaraan. ''Udah kok. Tenang aja.'' ''Terus nanti kenalannya gimana?'' ''Udahlah nanti gue kenalin hahaha. Nggak usah gerogi gitu, Fi'' ''Aduh! Tetep aja, You.. Kenapa nggak ngajak Ginta juga sih?'' ''Nggak usah, nanti ngerepotin dia. Eh ini rumahnya, Fi.'' You dan Alfi berdiri di depan sebuah rumah besar. Pagar hitam rumah itu tampak usang dengan sebuah tombol bel di dinding gerbangnya. Tengtong! You menekan tombol bel itu. Tak berapa lama kemudian seorang lelaki keluar dari dalam rumah. ''Hai Me.'' sapa You pada lelaki itu. ''Hai You, hai... Emm?'' Me memperhatikan perempuan disebelah You yang tampak kebingungan. Alfi menyenggol tangan You, mencoba memberi kode. ''Eh? Ooh.. Me, kenalin ini temanku yang aku bilang kemarin lusa itu.'' You mengenalkan Alfi pada Me. ''Emm.. Alfi ya?'' ''I..iya.. Gue..Alfi..'' Alfi tampak gerogi berkenalan dengan Me. ''Ooh.. Hai fi. Gue Me, teman You.'' Me tersenyum ramah. ''Se..sen..'' Alfi salah tingkah. ''Senang kenalan? Hahaha. Iya sama-sama.'' ''Fi, lo kenapa?'' tanya You. ''Ng.......'' ''..... Yaudah masuk dulu aja ke dalam'' Me berjalan masuk ke kediamannya diikuti You dan Alfi. _____________________________________________________________________________________ ''Duduk aja dulu. Maaf ya, rumahnya masih kotor. Mau minum apa, Fi?'' ''Emm.... Air putih aja deh.'' ''Air putih? Kalau You?'' ''Air putih juga, Me'' ''Yaudah sebentar ya.'' Me beranjak pergi ke dapur di lantai atas. ''Eh You, kok dia keliatan santai banget sih?'' tanya Alfi. ''Emang kenapa, Fi?'' ''Padahal kan dia baru kenalan sama gue. Masa nggak ada nervous-nervousnya gitu?'' ''Hahaha. Lo daritadi nervous ya?'' ''Emm.. Iya sih.. Dikit. Tapi kenapa dia nggak?'' ''Coba aja tanya sendiri ke orangnya, Fi'' ''Nggak ah, nggak usah. Males banget nanya begitu doing.'' ''Eh maaf lama'' Me datang membawa nampan berisi 3 gelas dan botol. ''Ini minumnya. Terus ini kalau mau syrup.'' tambahnya. ''Makasih, Me'' jawab You. ''Me, emm.. Lo.. Suka perabotan model klasik ya?'' Alfi memperhatikan jejeran sofa tua dan lukisan-lukisan di ruang tengah. ''Hm? Nggak juga. Yang suka barang klasik itu, almarhum bokap. Dia suka ngoleksi barang antik.'' ''Almarhum?!'' Alfi terkejut. ''Iya.. You belum cerita ya?'' You hanya menggeleng. ''Jadi begini...'' Me kembali menceritakan kecelakaan yang dia alami bersama keluarganya di luar negeri. *** ''Jadi... Sekarang lo tinggal sendirian?!'' Alfi tercengang mendengar cerita Me. ''Iya.'' ''Keluarga besar lo gimana? Saudara atau yang lain?'' ''Tempat mereka jauh dari sini, Fi. Ya gapapalah, lagian gue juga udah ada tempat di luar negeri.'' jelas Me. ''Terus, yang nempatin rumah ini siapa?'' ''Ada om dan tante. Tapi ntahlah mereka lagi kemana, Fi.'' ''Ooh..'' ''Yang jelas, rumah ini tetap harus dijaga.'' ''Nah, makanya kita dateng sekalian buat bantu bersih-bersih, Fi.'' tambah You. ''Yaudah ayo mulai!'' Alfi terlihat bersemangat dalam membantu Me. Rasa simpati setelah mendengar cerita Me telah menghilangkan kecanggungannya. You dan Alfi membersihkan dapur dan kamar belakang sementara Me membersihkan ruang tengah. Debu-debu melapisi perabotan rumah yang lama ditinggalkan. ''Ohok! Ohok! Debunya banyak banget, sih! Bukannya rumah ini ditempatin sama om dan tantenya Me, ya? Kenapa nggak dirawat sih?'' Alfi mulai mengeluh. ''Jangan-jangan... Rumah ini ada penunggunya!? Makanya mereka nggak betah!'' ''Yah mana mungkin begitu! Jangan ngaco deh, You!'' ''Hahahaha.'' ''Eh, ini gambarnya Me?'' Alfi mengambil sebuah kertas yang agak berdebu di rak bawah meja. Dibersihkannya debu itu hingga terlihat gambar wajah seorang perempuan cantik yang muram. Air mata terlihat menetes di pipi perempuan itu dengan sebuah tangan yang menyeka salah satu pipinya. ''Jangan menangis lagi..'' begitulah tulisan yang terlihat di pojok kanan bawah gambar. ''You, ini... Ini elo?'' Alfi membandingkan wajah perempuan di dalam gambar dengan wajah You. ''Hah? Coba liat..'' sejenak You memperhatikan gambar. Rona merah seketika tampak di pipinya. You tersenyum. ''Eh kenapa senyum-senyum? Ini elo, bukan? Kok mirip banget deh.'' tanya Alfi. ''Hahaha mungkin.'' ''Kapan dia ngegambar ini, You?'' ''Nggak tau, gue nggak ingat pernah di gambar pas lagi nangis.'' ''Me kok romantis banget ya? Hebat.. Biasanya kan kalau pelukis mau melukis atau menggambar itu objeknya harus keliatan. Tapi di gambar ini walaupun lo nggak ada di hadapan dia, dia masih bisa ngebayangin ekspresi lo, wajah lo, dan di gambar disini.'' ''Emm....'' ''Coba gue punya pacar kayak begini ya...'' Alfi berandai-andai. ''Eh You, kalian kan udah deket banget ya. Gue bingung, kenapa kalian nggak pacaran sih?'' tambahnya. ''Hah? Emm... Kenapa ya?'' ''Lah?'' ''Gue juga bingung, Fi.'' ''Masa lo bingung juga? Dia pernah ngungkapin perasaannya nggak?'' ''Emm... Pernah, sih, waktu perpisahan dulu.'' ''Terus?'' ''Terus apa?'' ''Terus dia nembak elo, nggak?'' ''....... Nggak, dia cuma ngungkapin perasaannya aja, Fi.'' ''Ooh aneh ya.. Eh You, dapur di sebelah mana?'' ''Mau ngapain?'' ''Mau minta minum lagi.'' ''Dapurnya di atas.'' ''Oh oke.'' Alfi beranjak menuju lantai atas meninggalkan You di ruang tengah. 'Hmm..... Kalau dipikir.. Kenapa Me nggak nembak ya?' You masih memikirkan pertanyaan Alfi. _____________________________________________________________________________________ Alfi berjalan menaiki tangga. Pegangan tangga yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran yang khas terlihat tua dan rapuh. Menambah kesan klasik rumah Me. Ruangan atas terlihat rapi. Cahaya matahari menerpa dinding melalui jendela-jendela. Alfi berjalan menuju dapur. Langkahnya terhenti begitu melihat noda merah di lantai. ''Darah?'' Alfi memperhatikan noda itu. Seseorang berdiri di depan westafel membelakangi Alfi. ''Me?'' ''Eh? Alfi?'' Me tampak terkejut. ''Lo... Lo kenapa?'' ''Ng? Nggak apa-apa kok.'' Me segera membersihkan noda darah di bibirnya. ''Bohong! Tunggu, gue panggil You dulu ya.'' ''Jangan! Gue nggak apa-apa kok, Fi.'' ''Terus tadi itu berdarah kenapa?'' ''Ng...'' tampak keraguan di wajah Me. ''Kenapa, Me?'' Me hanya terdiam sambil berjalan perlahan ke meja makan di bagian tengah dapur. ''..... Lo inget cerita gue tadi, kan? Tentang keluarga gue...'', Me mulai bercerita. ''Tolong jangan kasih tau You tentang ini, Fi.'' tambahnya. ''Hm? Ada apa sih?'' Alfi segera duduk di sebrang Me. '' .... Konflik di keluarga gue itu udah lama. Udah dari sebelum gue tinggal disini.'' ''Jadi sebelum SMA, lo nggak tinggal disini?'' ''Iya, gue sering pindah sekolah dulu. Bokap nyokap gue sibuk banget. Karena itu, kadang gue ngerasa sepi di rumah. Walaupun ada teman-teman baru, begitu mulai akrab, gue udah harus pindah lagi. Sedih... Rasanya kesepian. Selang berapa waktu kemudian, keluarga gue makin kacau. Bokap nyokap hampir cerai karena suatu urusan.'' ''Cerai? Tunggu dulu.. Me, kenapa lo ceritain ini ke gue? Kita kan baru kenal. Masa lo ngasih tau gue tentang ini?'' Alfi memotong cerita Me. ''Karena nantinya lo yang harus ceritain ini ke You.'' ''Hah? Emang kenapa?'' ''...... Karena lo itu sahabatnya You. Dan.. Mungkin waktu gue nggak lama lagi, Fi..'' ''Eh? Lo ngomong apaan sih?! Bercandanya jangan begini dong, Me!'' ''Nggak, ini serius, Fi. Tekanan dari masalah keluarga sejak dulu.. Di tambah lagi kecelakaan itu.. Beberapa organ dalam gue rusak.. Kata dokter, ada penyakit syaraf juga. Mungkin karna depresi kali ya..'' Alfi hanya terdiam mendengar cerita Me. Matanya memandang Me tanpa berkedip. '' ... Harusnya sekarang ini, gue masih dirawat di Canada.'' Me melanjutkan ceritanya. ''Terus kenapa lo kesini?'' ''Untuk ketemu sama You.'' ''Cuma itu? Lo kan harusnya dirawat aja biar sembuh dulu! Kenapa malah kesini cuma buat ketemu sama You? Kan masih banyak kesempatan lain buat ketemu sama dia kalau lo sembuh!'' ''Fi.. Dokter bilang, kemungkinan gue sembuh itu kecil banget.'' ''Terus kenapa sekarang lo bisa kesini? Dan lo bisa berlagak sehat disini. Lo nggak bisa ngebohongin gue, Me. Gue nggak bodoh buat percaya cerita lo. Nggak mungkin lo sakit separah itu!'', nada bicara Alfi meninggi. Alfi kesal dengan semua cerita Me yang tak masuk akal. Me tersenyum. ''Hahahaha. Bener... Iya, lo nggak sebodoh itu untuk percaya semua cerita gue. Tapi.. Ada yang harus gue lakuin disini buat You.'' ''Apa?'' ''..... Pokoknya ada yang harus gue lakuin buat You''. ''Me, sebenarnya hubungan lo sama You itu apa sih?''. ''Hubungan?''. ''Iya, You itu sayang sama lo. Dan lo juga sayang sama dia, kan?'', tanya Alfi. ''Iya.. Gue sayang dia.'' ''Kenapa kalian nggak pacaran?'' ''Emangnya seberapa penting sih pacaran itu?'' Alfi terdiam dengan pertanyaan Me. ''Emm... Ya..'' ''Eh Me, Fi, kalian ngapain?'' You datang menghampiri dari ruang bawah. Memecah suasana hening diantara Me dan Alfi. ''Di bawah udah hampir selesai tuh.'' tambahnya. ''Lo ngeberesin sendiri, You?'' ''Iya, abisnya lo lama, Fi. Kalian lagi ngapain sih?'' ''Cuma ngobrol doang kok, You.'' jawab Me. ''Oh kalian udah akrab toh. Disini udah diberesin belum, Me?'' You mengusapkan tangannya ke meja makan. Memastikan tidak ada debu dan kotoran. ''Udah kok tadi.'' Jam dinding berwarna coklat di dapur berdentang. Menandakan hari semakin sore. ''Udah jam 5, Fi. Pulang yuk?'' ajak You sambil melihat jam dinding tua itu. ''Eh? Cepet banget. Yaudah yuk.'' Alfi beranjak dari kursinya. Diikuti Me dan You menuruni tangga jati bergaya klasik. Ruang bawah terlihat rapih setelah dibereskan oleh You. Me mengantar mereka sampai gerbang rumahnya. ''Makasih banyak You.. Fi.. Udah ngebantu ngeberesin rumah gue.'' ''Iya sama-sama. Makasih juga gambarnya yang di ruang bawah ya.'' You tersenyum. ''Gambar? Kamu liat ya? Hahaha. Maaf ya ekspresinya lagi sedih begitu.'' ''Gapapa kok, Me.'' ''Oh iya, Fi, tentang yang tadi..'' ''Yang tadi..?'' You penasaran dengan obrolan Me dan Alfi. ''Bukan apa-apa kok, You. Yaudah yuk! Pulang. Makasih ya, Me.'' Alfi dan You segera meninggalkan kediaman Me. Matahari sore kian tenggelam di ufuk barat. Menghadirkan sinar teduh kemerahan di langit senja. *Padamu ku titipkan alasan.. Tak perlu kau dengar, tapi percayalah.. Padamu ku titipkan jawaban.. Tak perlu kau ucapkan, tapi sampaikanlah..

You, Me, and Dandelion's dance 5

Langit kembali kelabu. Awan hitam mulai menyelimuti langit sore itu. ''Udah lama ya aku nggak ke rumah kamu.'' ''Iya hahaha. Kamu inget jalan ke rumahku, Me?'' ''Ingetlah, dulu kan aku suka main ke rumah kamu.'' ''Iya ya..'' mereka terus menelusuri jalan menuju rumah You. ''Hmm... Tempat ini nggak banyak berubah ya..'' Me memperhatikan rumah-rumah di sepanjang jalan. Memperhatikan detail yang mungkin berubah sejak dia pergi dulu. ''Me?'' ''Eh hujan lagi, You! Kamu bawa payung?'' ''Nggak.'' ''Yaudah ayo cari tempat berteduh!'' Me dan You berlari mencari tempat berteduh dari hujan yang mulai mengguyur lagi. Aspal yang baru mulai mengering kembali tergenang air, basah menghitam. ''Itu disana ada warung!'' You menunjuk sebuah warung makan kecil. ''Ayo kesana!'' You dan Me berteduh di warung itu. ''Huh! Jadi basah begini. Untung ada tempat berteduh.'' ''... Kamu besok kuliah, You?'' ''Hm? Iya besok aku masuk pagi.'' You merapihkan bajunya yang basah. ''Jam berapa?'' ''Jam 9an. Memang kenapa, Me?'' ''Nggak apa-apa.'' ''Oh iya Me, ada teman aku yang mau kenalan.'' ''Siapa?'' ''Namanya Alfi, teman kuliah aku. Dia Fakultas Sastra Indonesia juga loh.'' ''Alfi?'' ''Iya, dia orangnya lemot gitu. Tapi lucu terus baik. Dia suka minta aku traktir aqua gelas. Hahaha.'' You bersemangat mendeskripsikan teman kuliahnya itu. ''Hahaha kayaknya aneh ya. Kapan mau ketemu?'' ''Hmm.. Besok lusa aja, gimana? Sekalian ngebantuin kamu beresin rumah.'' ''Kamu mau ngebantuin?'' ''Iyalah. Nanti aku ajak Alfi juga, Me.'' ''Hmm boleh. Eh hujannya tambah deras, You. Kamu nggak kedinginan?'' ''Nggak'' ''Beneran?'' ''Emm..'' ''Hahaha udah, nih.'' Me menawarkan jaket yang dia pakai. ''Kok kayak di film-film ya?'' You tersenyum. ''Iya kan biar romantis hahaha. Nih jaketnya.'' ''Kamu gapapa? Nanti kamu yang kedinginan, Me.'' ''Nggak apa apa kok'' ''Nggak usah, Me. Kamu aja yang pakai jaketnya. Kan kamu juga baru pulang.'' ''Tenanglah, You. Gapapa kok.'' ''Hmm baiklah. Makasih Me.'' You mengenakan jaket yang ditawarkan Me. ''Me, ceritain tentang Canada dong.'' pinta You. ''Canada? Hm.. Gimana ya?'' Me menatap air yang mengalir deras, terjatuh dari genteng warung kecil tempatnya berteduh. ''Disana sangat berbeda dengan disini. Disana lebih tertib. Aku suka musim semi disana, bunganya bagus-bagus. Ada banyak taman yang mirip hutan ilalang.'' Me membayangkan suasana di Canada. ''Hutan? Seperti di rumahku, dong?'' ''Nggak, disana lebih bagus, luas. Dan pas musim gugur..'' Me menghentikan kata-katanya. ''Pas musim gugur kenapa, Me?'' You antusias mendengarkan cerita Me. ''Pas musim gugur, bunga dandellion berhembus tertiup angin. Itu bagus.'' ''Wah kapan-kapan ajak aku kesana, Me.'' ''Iya.'' Me tersenyum. ''Hmm keluarga kamu pasti senang ya tinggal disana.'' ''......'' Me terdiam. Pandanganya tertunduk memperhatikan genangan air yang terus diterpa hujan. ''Me..?'' ''You... Kamu tau? Tuhan nggak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya?'' ''Iya?'' ''Seandainya kehilangan juga termasuk cobaan...'' ''Apa maksud kamu?'' ''You.. Keluargaku udah nggak ada..'' ''Hah?!'' You tersentak mendengarkan apa yang baru diucapkan Me. ''Maksud kamu.....?'' ''Orang tuaku kecelakaan sekitar setahun sejak kami pindah.'' jelas Me. Wajahnya tampak muram. ''Kecelakaan? Kok kamu nggak ngasih tau?'' ''Maaf, You.. Waktu itu kami sedang dalam perjalanan di Australi. Papa yang menyetir mobil.'' Me memulai ceritanya. ''Kamu juga ada di mobil, Me?'' ''Iya. Saat itu papa dan mama lagi bertengkar. Karna emosi, papa jadi nggak konsentrasi mengemudi dan akhirnya lepas kendali. Mobil kami melaju sangat cepat di jalan tol. Ntah apa yang terjadi berikutnya, tapi aku pingsan. Baru sadar waktu di rumah sakit. Orang-orang yang membawaku kesana bilang mobil kami menabrak pembatas jalan dan terbalik.'' ''Lalu?'' You tampak antusias mendengar cerita Me. ''Dokter bilang nyawa papa nggak tertolong lagi. Mama sempat koma beberapa jam tapi...'' ''Me...'' ''...tapi akhirnya mama pergi juga.'' Me mencoba tersenyum menahan sedihnya. ''Kamu nggak apa-apa, Me?'' ''....iya'' ''Hanya karna kamu laki-laki, bukan berarti kamu nggak boleh nangis. Me, kalau kamu ingin menangis, menangislah. Itu manusiawi kok.'' You berusaha menenangkan Me. ''Iya.. Terimakasih, You.. Aku nggak apa-apa.'' ''Pasti berat ya..'' ''You.. Kamu tau kenapa seseorang di hidup kita bisa pergi? Kamu tau kenapa Tuhan memanggil orang itu?'' Me memandang langit yang masih bertahtakan awan mendung, menurunkan hujan. ''....... Kenapa, Me?'' tanya You, wajahnya antusias menunggu jawaban. '' ... . Karena begitu orang itu pergi, itu berarti kita cukup kuat untuk hidup tanpa dia. Kehilangan orang yang kita sayangi adalah ujian dan tanda bahwa kita cukup kuat untuk hidup tanpa orang itu..'' jelas Me. ''.........'' ''Suatu saat aku juga akan begitu.. Aku juga akan mening..'' ''Me, cukup... Jangan bicara lagi..'' You menahan tangisnya. Tak sanggup mendengar apa yang akan Me katakan. ''Maaf, You.. Aku ngebuat kamu sedih..'' ''Jangan ngomong itu lagi..'' '' ...Iya'' Me tersenyum menghapus air mata yang mulai turun di pipi You. *Rintik hujan yang menetes di dedaunan, menghasilkan melody yang mendekap hati.. Meski hanya satu nada itu sudah cukup.. Untuk kita bisa saling memahami.. Untuk dua orang bersatu tanpa keraguan..

You, Me, and Dandelion's dance 4

Ceklek! You menutup pintu kamarnya. Direbahkannya tubuhnya diatas kasur empuk, memejamkan mata sejenak melepas lelah setelah pergi dengan 2 temannya. Waktu menunjukan pukul 21.21. Suara binatang-binatang malam yang didominasi jangkrik dan kodok telah terdengar sejak tadi. Samar-samar suara itu perlahan hilang ditelan gelapnya malam. Seiring hilangnya kesadaran You mengalun dalam alam mimpinya. ''Me..?'' hanya sekejap You disana, kesadarannya kembali ketika teringat tentang Me. Diambilnya laptop yang tergeletak di meja belajar You. Langsung masuk ke website tempat chatting. 3 contacs online.. ''Hai You :) kenapa lama?'' seseorang memulai chat dengan You. ''Me :) iya tadi aku pergi sama temen dulu.'' balas You. ''Kamu nungguin daritadi?'' tambahnya. ''Iya, kemarin kamu nyuruh aku online kan'' ''Iya sih.. Maaf ya, Me'' ''Gapapa kok'' balas Me singkat. ''Besok kamu kesini jam berapa, me?'' ''Aku berangkat malam ini dari sini. Mungkin sampai sana besok siang'' ''Di bandara yang waktu dulu? Sama siapa?'' ''Iya disana. Sendiri aja.'' ''Keluarga kamu nggak ikut?'' tanya You. Seketika me terdiam, tak membalas chat dari You. ''Me? Kenapa?'' ''Nggak, gapapa kok.'' jawabnya. ''Oh oke. Besok mendarat di terminal berapa?'' ''Terminal 2E, Garuda GA 101 . Kamu mau jemput?'' ''Iya'' ''Tapi kamu kan kuliah besok, You.'' ''Pulang kuliah besok aku langsung ke bandara.'' ''Oke deh. Kamu baru pulang dari jalan-jalan, kan?'' ''Iya kenapa?'' ''Tidur gih, biar besok nggak capek.'' ''Iya hehe. Barang-barang kamu udah disiapin, me?'' ''Udah kok. Oleh-oleh juga udah hahaha.'' ''Oleh-olehnya apa?'' ''Ada deh hehe'' jawab Me. ''Yaudah aku tidur ya?'' ''Iya'' ''Sampai ketemu besok, Me :)'' ''Iya selamat tidur, You :)'' You mengakhiri chatnya dengan me. Sesaat sebelum menutup account chatting-nya.. ''You?'' seseorang menyapa You lewat chat. ''Kenapa, Gin?'' ''Baru sampai rumah?'' tanya Ginta. ''Nggak, udah daritadi. Lo aja yang telat onlinenya hahaha'' ''Iya baru sempat nih hehe. Lagi apa?'' ''Lagi mau tidur'' ''Yaah padahal baru gue chat..'' ''Maaf, Gin. Makanya jangan telat. Hehehe.'' ''Yang telat kan elo tadi pagi malah bangun kesiangan hahaha.'' ''Iya iya, maaf hehe. Yaudah gue tidur ya.'' ''Hmm oke deh. Bye You :)'' ''Iya bye juga Gin.'' You mengakhiri chat singkatnya dengan Ginta. Bersiap untuk tidur ditemani dengan suara binatang malam yang kian terdengar. ______________________________________________________________________________ Kuliah hari ini selesai lebih cepat. Dosen matakuliah bahasa Indonesia tidak hadir untuk memberikan materi karna suatu urusan. You beruntung, dia dapat pergi ke bandara tanpa khawatir akan terlambat. ''Buru-buru banget deh, You'' tanya Ginta yang duduk dibelakang You. ''Hm iya nih.'' You mengemasi barang-barangnya. ''Emm.. Ke rumah gue yuk?'' ajak Ginta. ''Maaf, Gin. Gue mau ke bandara.'' ''Hah? Mau ngapain? You mau pergi kemana?'' ''Eh ada apa nih?'' Alfi datang dari luar membawa 1 gelas es teh manis dan cemilan, menghampiri mereka. ''You mau pergi ke bandara, Fi.'' jawab Ginta, raut wajahnya menunjukkan berbagai pertanyaan. ''Ke bandara? Ooh mau jemput Me?'' ''Iya.'' jawab You singkat. ''Me? Siapa sih dia? Kok di jemput segala?'' ''Kan kemarin udah di kasih tau, Gin. Dia itu temennya You yang udah lama nggak ketemu'' jelas Alfi. ''Tapi kenapa minta di jemput segala?'' ''Dia nggak minta jemput. Guenya yang mau ngejemput dia.'' jawab You. ''Tapi kan..'' ''Iya wajar kan, Gin, kalau You ngejemput dia? Lagian mereka udah lama nggak ketemu, jadi pasti nggak sabar buat ketemu lagi.. Iya nggak, You? Hahaha.'' ''Emm.. Iya sih hahaha.'' ''Perlu dianterin nggak, You?'' ''Nggak usah, gue naik taksi aja dari depan.'' ''Oh oke, kado yang kemarin dibeli di bawa?'' ''Nggak, Fi. Kapan-kapan aja ngasihnya. Kalau sekarang cuma nambah-nambahin barang bawaannya dia aja.'' jawab You. ''Yaudah gue berangkat ya..'' tambahnya sambil berjalan ke luar ruangan. ''Oke, hati-hati. Langitnya mulai mendung, mungkin sebentar lagi hujan.'' ''Iya makasih, Fi. Udah ya Gin, Fi..'' ''Iya, Daah You.'' You bergegas meninggalkan 2 temannya yang masih di dalam ruangan. ''Gin, kok diam aja?'' tanya Alfi ke laki-laki di sebelahnya. ''Hm? Nggak kok, gapapa..'' jawab Ginta singkat. ''Yakin?'' ''Iya gapapa.. Yaudah ayo, Fi.'' ''Ayo kemana, Gin?'' ''Ya keluar dari sini! Masa mau nginep di kampus?'' ''Nggaklah hahaha, yaudah ayo.'' Alfi dan Ginta pergi meninggalkan ruangan kuliah itu. Terlintas kejanggalan dari tingkah laku Ginta yang mendadak berubah di pikiran Alfi. Tapi di tepisnya bayang-bayang itu. Tak dihiraukan olehnya. _____________________________________________________________________________________ Taksi yang ditumpangi You melaju cepat melewati jalan tol. Beruntung karena masih jam kerja, jalan-jalan terlihat cukup sepi bebas kemacetan. Andaikan setiap hari begini pasti akan lebih mudah untuk bepergian dan lebih cepat sampai. Tapi tentu saja hal itu sangat sulit khususnya di daerah kota yang padat penduduk pengguna kendaraan bermotor. Awan dilangit semakin pekat. Berkumpul satu dan yang lainnya membentuk wujud kelabu yang abstrak. You mencoba menghubungi Me lewat handphonenya. '' ... Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi..'' Me pasti belum mendarat. You kembali menunggu dalam taksi menuju Bandara. Sesampainya di Bandara, You turun di terminal 2E kedatangan internasional. Tempat Me akan datang. Jam tangan You menunjukan pukul 13.15. Seharusnya saat ini You baru keluar kampus kalau saja tadi dosen matakuliah bahasa Indonesia datang. Daftar jadwal pesawat yang sedang terbang maupun mendarat terpampang di layar tv besar di ruang tunggu bandara. Maskapai Garuda dengan nomor penerbangan GA 101 dari Canada belum mendarat. Menurut daftar jadwal penerbangan itu Garuda GA 101 baru akan mendarat sekitar pukul 13.53. Berarti You datang lebih cepat dari Me. Berulang kali You melihat jam tangannya, berharap waktu cepat berlalu agar bisa segera bertemu dengan Me. Butir-butir air mulai jatuh dari langit berselimut awan gelap. Bertambah deras dalam sekejap. Hujan mengguyur wilayah bandara. Orang-orang berlarian mencari tempat berteduh dari hujan dan angin yang berhembus kencang. You merekatkan kardigan hitam yang ia kenakan. Daftar jadwal penerbangan pesawat untuk Garuda GA 101 berubah status menjadi: Landed. Tanpa menunggu lagi, You kembali menghubungi Me. '' ...Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif..'' handphone Me masih dinon-aktifkan. You hanya bisa menunggu di depan pintu keluar terminal 2E. Satu persatu penumpang pesawat keluar. Menghampiri keluarga yang menunggu mereka. Belum ada tanda-tanda dari Me. Hujan telah berhenti. Meninggalkan tanah yang basah dan beberapa awan hitam yang masih mengambang bebas di langit luas. Handphone You berdering. Incoming Call dari Me. ''Halo?'' sapa You. ''Halo? You? Kamu dimana?'' ''Aku di pintu keluar. Kamu dimana, Me?'' ''Oh yang pakai kardigan hitam ya? Aku liat kamu hahaha.'' ''Iya, cepet kesini, Me.'' ''Oke.'' Me menutup Telponnya. Menghampiri You yang berdiri di pintu keluar bersama orang-orang lain yang ntah menunggu siapa. ''Hai, You.'' Me tersenyum menyapa You. ''Welcome back, Me.'' You balas tersenyum. ''Kamu nggak banyak berubah ya hahaha.'' tambahnya. ''Kamu juga, You. Hahaha.'' ''Kamu sendirian kesini?'' ''Iya.'' ''Keluarga kamu disana, me?'' '' ... Iya'' Me mengangguk pelan. ''Yaudah. Kamu mau langsung pulang?'' ''Iya. aku lumayan capek dari kemarin.'' ''Oke kalau gitu kita cari taksi dulu.'' ''Iya.'' Mereka melangkahkan kaki keluar terminal bandara. Tak banyak yang dibicarakan You dan Me dalam perjalanan pulang. Me pasti sangat lelah setelah penerbangannya dari Canada kemarin. Setidaknya itu yang You pikirkan dan mengerti. Langit masih terlihat mendung sore ini. Taksi yang You dan Me tumpangi tiba di depan rumah Me. Rumah yang cukup besar bertingkat dengan pagar hitam dan cat abu-abu. Rumah Me terlihat sepi setelah keluarganya pindah ke luar negeri. ''Terimakasih, pak'' Me memberikan uang kepada sopir taksi. Taksi itu segera meninggalkan mereka setelah mengeluarkan koper yang dibawa Me. ''Sepertinya lagi nggak ada orang ya di rumahmu?'' tanya You. ''Iya, yang nempatin rumah ini sekarang kan cuma om sama tante aku. Sekarang pasti mereka belum pulang.'' ''Mereka kemana?'' ''Nggak tau, mungkin kerja.'' ''Hmm... Kamu bawa kuncinya?'' ''Iya.'' Me membuka pintu pagar rumahnya. Halaman rumah Me tidak seluas rumah You. Tanaman hias di rumah Me yang hampir tak terawat mulai layu dan berguguran. You dan Me memasuki rumah besar itu. Gelap. Seperti rumah tua berhantu yang tak terawat. Ctek! You menekan saklar lampu di dinding ruang tengah. Cahaya lampu menerangi ruangan itu. Perabotan klasik rumah Me terlihat berdebu. Lantainya pun kotor tak terawat. ''Rumah kamu kotor banget, Me. Kayak seminggu nggak dirawat.'' You memperhatikan ruangan demi ruangan di rumah itu. ''Iya ya. Hahaha.'' Me meletakkan kopernya diatas sofa. ''Mungkin mereka lagi di luar kota.'' tambahnya. ''Memang kamu nggak ngasih tau mereka kalau mau datang, Me?'' ''Nggak, biarkan sajalah nanti juga pulang.'' kata Me sambil membersihkan sofa yang berdebu. ''Eh udah sore, Me. Aku pulang ya?'' ''Hm? Kan masih jam 4, You.'' ''Iya gapapa. Nanti keburu hujan lagi.'' You bersiap meninggalkan kediaman Me. ''Tunggu, You. Aku anterin.'' ''Nggak usah, Me. Rumah aku kan dekat dari sini. Lagian kamu juga baru pulang, jadi kamu istirahat aja.'' You tersenyum penuh perhatian. ''Nggak apa-apa, aku anterin aja ke rumah kamu.'' Me mengejar You yang berada dekat pintu keluar.

You, Me, and Dandelion's dance 3

Sabtu malam.. Hujan mengguyur daerah pinggiran kota, tempat tinggal You. Menggagalkan rencana-rencana berpergian kaum remaja. Rintikan airnya terdengar kasar menghujam atap rumah You yang terbuat dari genting dan fiber dibagian depan kamar You. Jam dinding digital di kamar You menunjukan angka 23.34 larut malam. You masih terjaga di depan laptopnya. ''7 contacs online.'' terpampang di layar monitor laptop You yang membuka web untuk chatting. Tiba-tiba salah satu kontak itu mulai berkedip, menandakan ada yang meng-chat You. ''Good afternoon, You :)'' isi chat itu. ''Me..?'' You terdiam melihat siapa yang meng-chat dirinya. Dengan cepat You membalas. ''In here, it's night already, me :)'' ''Oh gitu, ya? Berarti selamat malam, You :)'' ''Selamat siang, Me :)'' You membalas. ''Gimana ujian disana?'' tambahnya. ''Ya lumayan sih. Susah-susah gampang. Maaf You belum sempat balas e-mail mu'' jawab Me lewat media chatting dari situs internet. ''Berarti udah selesai, kan? Iya gapapa.'' ''Iya, udah. Setelah ini, aku ada libur musim panas'' ''Would You come here to see me again?'' ''Of course, You. Hari senin nanti aku kesana'' ''Hari senin?'' ''Iya'' ''2 hari lagi dong? Yaah hari senin aku ada kuliah'' ''Iya gapapa, aku cuma ngasih tau kok'' ''Hmm.. Yaudah bawa oleh-oleh ya'' pinta You. ''Hahaha iya. Oiya, gimana kabar keluargamu disana?'' ''Mereka baik-baik aja kok, udah pada tidur sih sekarang'' ''Loh? Emang disana jam berapa?'' You kembali melihat jam digital di kamarnya. ''Sekitar jam 12 malam'' jawab You. ''Kok kamu belum tidur?'' ''Ya kan lagi chatting. Disini hujan, Me'' ''Disini malah lagi panas. Yaudah kamu tidur aja, You'' ''Terus ninggalin chattingan kamu yang jarang-jarang ini? Nggak mau!'' You menolak. ''Bukan begitu.. Disana kan katanya hujan, jadi pasti dingin mendingan kamu tidur aja. Lagian udah malam juga kan disana?'' ''Kalau soal chat kamu tenang aja. Sebentar lagi kan kita ketemu hahaha'' ''Oke deh. Aku off ya? Besok chat lagi dong, Me'' ''Iya iya tenang aja hehe'' ''Oke jangan lupa bawa oleh-oleh ya, Me. Selamat siang :)'' ''Iya selamat malam, You. Selamat tidur :)'' Me mengakhiri chatting dengan teman lamanya. You mematikan laptop. Memejamkan mata, berusaha untuk tidur di tengah suara deras air hujan yang menerpa atap kamarnya. ''Me, akhirnya kita akan ketemu lagi..'' _____________________________________________________________________________________ Minggu.. Matahari telah berada cukup tinggi dari titik terbitnya. Sinarnya hangat menyinari pagi. Menembus kaca jendela kamar You. ''Hoaaam! Ngg..'' perlahan You membuka matanya. Terdiam, berusaha mengumpulkan nyawa setelah berkelana dalam dunia mimpi. Dengan mata yang masih sayup-sayup terpejam, You berjalan pelan membuka jendela kamarnya yang tertutup gorden tipis warna biru laut. Cahaya matahari menerpa wajah putih You, menyilaukan matanya yang mulai terbuka. Terlihat langit biru terbentang luas dengan beberapa goresan awan putih disana. Air sungai di belakang rumah You meninggi, pepohonan juga basah akibat hujan semalam. You menarik napas dalam-dalam, menghirup udara pagi di lingkungan rumahnya yang masih tergolong asri. ''Hmm.. Bau rerumputan..'' You tersenyum. Dia sangat senang dengan bau alami rerumputan setelah hujan. Tiba-tiba handphone You berdering. ''Alfi?'' You membaca nama penelpon yang tertera di layar handphonenya. ''Halo? Fi? .....Nonton? Oh iya! Gue baru bangun, Fi ... Maaf yaelah hahaha ... Yaudah, lo lagi dimana? ...... Ginta juga udah disana? ...... Oh oke tapi gue mandi dulu, lo bayarin tiket gue dulu nanti gue ganti ... . Iya iya gue cepet kok ... Yaudah ya? Gue mandi dulu terus berangkat ... Oke Fi, daah'' You menutup telponnya. Belasan misscall dan sms dari Ginta dan Alfi tertera di layar handphone You. Dia benar-benar lupa dengan rencana nonton yang dibuat Ginta. Efek bergadang semalam membuat You bangun kesiangan hari ini. You segera mengambil handuk dan pergi menuju kamar mandi. ------------------------------------------------ ''Fi, lo dimana?'' You mencoba meng-sms Alfi setibanya di depan mall tempat mereka janjian. ''Gue udah di bioskop. Cepetan kesini filmnya udah mulai, You'' balas Alfi. ''Oke, nanti lo keluar ya pas gue misscall'' balas You sambil berjalan ke dalam, menuju bioskop yang terletak di lantai 3. Sesampainya di bioskop, You menelfon Alfi. ''Hai, You!'' belum sempat telpon itu diangkat, seseorang memanggil You. ''Loh? Gin? Kok belum masuk?'' ''Iya kami nungguin elo dulu'' jawab laki-laki berbaju biru toska itu. ''Ooh maaf ya gue kesiangan tadi hahaha'' ''Iya gapapa kok'' ''Alfi mana? Udah di dalam studio?'' ''Nggak. Dia lagi beli popcorn.. Tuh dia'' Ginta menunjuk seorang perempuan yang membawa 2 kotak popcorn ditangannya, datang menghampiri mereka. ''Alfiii, maaf ya gue kesiangan soalnya tadi malem tidurnya telat'' You berusaha menjelaskan. ''Iya iya gapapa kok. Jadi kita mau nonton apa nih?'' ''Loh? Belum beli tiket?'' ''Iya kan kita nungguin elo yang ngaret banget, You'' ''Gue cuma kesiangan, bukan ngaret'' ''Yaudah sih sama-sama telat kan'' ''Udah-udah.. Jadi mau nonton apa? You mau nonton apa?'' tanya Ginta. ''Hm.. Terserah kalian. Yang udah mau mulai aja filmnya'' ''Tuh jadwalnya'' mereka memperhatikan papan besar bertuliskan daftar film dan jadwal penayangannya. ''Yang mana nih? Godzillanya nggak ada'' Alfi membuka percakapan. ''Fi... Plis deh, itu film udah lama banget'' ''Ya maaf, You.. Kan gue cuma bercanda ehehehe'' jawab Alfi dengan tawanya yang dipaksakan ''Jadi nonton apa nih?'' tambah Alfi. ''Sekarang jam 11.53.. Nonton itu aja The Biggest Little Thing, jam 12.05 sebentar lagi'' saran You. ''Itu tentang apa, You?'' ''Tentang filosofi kehidupan gitu. Gue udah baca novelnya, Gin. Seru loh!'' ''Yaudah, beli tiket dulu gih. Bayar sendiri-sendiri ya'' Mereka mengantri untuk membeli tiket. Antrian di loket terlihat sepi. Hanya ada 1-2 pasangan muda-mudi yang ikut mengantri. Tepat pukul 12.05 pintu theater 4 di buka, film The Biggest Little Thing akan segera dimulai. You, Alfi dan Ginta memasuki theater 4 _____________________________________________________________________________________ ''Dingiiin!'' Alfi mendekap kedua tangannya. ''Alfi norak! Hahaha'' ''Tapi emang dingin tadi, Gin'' ''Eh? Mau minjem jaket gue, You?'' Ginta menawarkan jaket cokelatnya. ''Nggak usah, makasih'' ''Mending gue aja, Gin'' Alfi menarik jaket Ginta. ''Gak mau. Nanti rusak'' Ginta memakai jaketnya kembali. ''Dasar.. Eh tapi tadi filmnya bagus loh! Mengharukan, nggak nyangka terakhirnya pisah gitu'' Alfi terlihat antusias. ''Iya gue suka kutipannya: 'hidup ini seperti benang pendek yang kusut.. Singkat dan rumit'. Keren deh'' sahut Ginta. ''Coba kalian baca novelnya, lebih seru lagi kalau bisa ngebayanginnya'' tambah You. ''Kapan-kapan pinjem dong, You'' ''Boleh deh. Kapan-kapan ya, Fi. Sekarang mau kemana nih?'' ''Gue mau ke toilet dulu sebentar ya'' Ginta meninggalkan 2 temannya di depan bioskop. ''Eh Fi, nyari kado yuk?'' ajak You. ''Buat siapa? Memangnya ada yang ulang tahun?'' ''Bukan, besok Me mau kesini loh'' ucap You dengan raut wajah bahagia. ''Beneran?! Wah asik nih! Kenalin gue, You! Kenalin gue!'' pinta Alfi. ''Iya nanti gue kenalin tapi temenin cari kado dulu'' ''Yaudah ayo. Ginta tinggalin aja hahaha'' Alfi dan You beranjak pergi dari bioskop, meninggalkan Ginta yang sedang ke toilet. ''Mau ngasih kado apa, You?'' ''Emm.. Apa ya? Menurut lo, kasih apa?'' tanya You sambil melihat-lihat barang di sebuah rak merah yang tersusun rapih. ''Kalau ini gimana?'' Alfi mengambil sebuah handuk merah kecil di bawah loker. ''Masa mau ngasih itu?'' ''Emang Me sukanya apa?'' ''Dia itu.. Suka menggambar pemandangan'' tersirat senyum halus di wajah You ketika mengingat semua gambar yang telah Me tunjukan padanya. ''Yaudah kasih peralatan menggambar aja.. Buku sketsa, alat tulis, ya semacam itulah'' ''Oiya, tumben Alfi pinteeer! Hahaha'' ''Makasih, yaudah ayo'' Mereka beranjak dari rak baju dan kain menuju tempat peralatan menggambar. Tak berapa lama mereka berjalan, handphone Alfi bergetar. ''Eh, Ginta sms nih.'' ''Apa katanya?'' ucap You, masih mengacak-ngacak rak peralatan menggambar. ''Dia nanyain kita lagi dimana'' ''Suruh kesini aja'' ''Oke..'' Alfi membalas pesan dari Ginta. Sementara You masih mencari-cari barang yang cocok untuk jadi hadiahnya. Membandingkan jenis, fungsi, dan warna dari barang yang nanti akan di belinya. ''Kalian lagi apa?'' seorang laki-laki datang menghampiri mereka. ''Hm? Lagi nyari kado, Gin'' ''Kado? Emang siapa yang mau ulang tahun, Fi?'' ''Bukan kado ulang tahun. Besok , Me, temannya You mau datang'' ''Emang dia siapa? Kenapa harus di kasih kado?'' ''Dia teman dekat gue dari SMA. Dia pindah ke luar negeri pas kelulusan. Sekarang dia mau ketemu gue lagi'' You terlihat bersemangat. ''Teman dekat? Ooh'' terlihat suatu kekecewaan di wajah Ginta mendengar penjelasan You. Wajahnya berubah sedikit murung memikirkan siapa sebenarnya Me yang disebut oleh You. ''Kalau ini gimana, You?'' Alfi menunjukan sebuah buku sketsa ukuran A3, dengan gambar beberapa bangunan pada cover putihnya. ''Ini bagus, Fi! Terus apa lagi? Gin, kasih saran dong'' ''Hm? ... .'' Ginta hanya terdiam sambil menyeleksi alat tulis di rak. Setelah cukup puas, akhirnya You membeli sebuah buku sketsa A3 dan 1 paket pensil dengan berbagai jenis. ''Mau makan dulu nggak?'' ''Em.. Langsung pulang aja deh. Gimana You?'' ''Iya langsung pulang aja. Udah sore, besok kan kuliah, Gin'' ''Hmm yaudah..'' Alfi, You, dan Ginta memutuskan untuk pulang. Menunggu bus di halte ke tujuannya masing-masing

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented