Jumat, 21 Desember 2012

Sebuah Misi Sederhana untuk Umat Manusia 4

Keesokan harinya, pukul 8.55 Dera tiba di tempat yang dijanjikan tukang cukur langganannya. Laki-laki paruh baya itu sudah menunggu Dera sejak tadi.

''jadi acaranya, kang?'' tanya Dera.
''iya jadi, kak. Yaudah yuk, langsung berangkat,''
''oke,''
Mereka pun pergi ke Cinere, tempat acara donor darah itu diadakan.

Sesampainya di sana, orang-orang telah berkumpul. Dera memperhatikan mereka. Sebagian besar dari mereka adalah orang tua usia 40 tahun ke atas. Sisanya adalah orang-orang usia 20 tahun lebih. Tidak ada satu pun remaja seusia Dera di sini. Dera menjadi yang paling muda di tempat pendonoran ini.
Dera berjalan bersama si tukang cukur menuju tempat pendaftaran.

''Kang, ini anggota organisasi yang Akang bilang kemarin?'' tanya Dera sambil melihat sekelilingnya.
''iya, kak,''
''Nggak ada yang seusia saya, ya?''
''yang seusia kakak memang cuma sedikit. Tuh ada, kak,'' Sang tukang cukur menunjuk seorang pemuda seumuran Dera yang baru datang.
''mau saya kenalin?'' tawarnya.
''ng.. Nanti aja deh,''
Dera tiba di tempat pendaftaran.

''Selamat siang,'' ucap seorang perempuan bagian pendaftaran.
''Selamat siang juga,'' balas Dera.
''Mau daftar donor darah, ya?''
''i..iya, mbak,''
''Nama kamu siapa?'' perempuan itu siap mencatat.
''Dera,''
''Umur kamu? sudah pernah donor sebelum ini?''
''Umur saya 18 tahun. Belum pernah, Mbak,''
''Golongan darah kamu apa?''
''emm.. Kayaknya sih B,''
''oke. Cek kondisi kamu dulu ya,''

Dera mengikuti sejumlah tes kesehatan. Mulai dari berat badan, kadar hemagoblin, tekanan darah, dan lain sebagainya.
Setelah lulus semua uji kesehatan, Dera dibawa ke ruangan donor.
3 orang petugas sudah ada di ruangan itu.

''Silahkan berbaring, mas,'' ucap seorang petugas. Yang lain menyiapkan peralatan medis.

''baru pertama kali ya?'' Petugas itu melihat berkas tes kesehatan Dera.
''iya. Sakit nggak?''
''Nggak kok. Rasanya kayak disuntik biasa. Serasa digigit semut doang,''
''oh begitu..''
''oke, udah siap?'' Salah seorang petugas membawa sebuah suntikan besar. Lebih besar dari suntikan pasien di rumah sakit.

''kok itu suntikannya gede banget? Jarumnya juga gede?'' tanya Dera.
''iya kan buat ngambil darahnya,''
''yah pasti sakit nih,'' Dera mulai khawatir.
''nggak kok. Kayak digigit semut. Rileks aja,'' Si petugas mencoba menenangkan Dera.
''yang diambil berapa banyak? Nanti darah saya abis, gimana? Kalau darah saya jadi kurang, nanti ada yang nyumbang darah buat saya nggak?''
''yang diambil cuma 250-300 ml doang kok. Udah siap ya, mas?''
''emm.. Iya deh, pelan-pelan ya,''

Petugas itu mulai menusuk tangan Dera dengan suntikan besarnya.

''Aaw!!! Sakit! Katanya kayak digigit semut doang, ini kan lebih sakit,'' Dera mengeluh.
''iya emang kayak digigit semut doang. Tapi semutnya sebesar gorila. Hahaha.'' canda si petugas donor.
Dengan Jarum yang masih menancap, Dera melihat darahnya mengalir kedalam tabung suntik besar itu.

''Dok, itu kebanyakan! Nanti darah saya abis!''
''nggak kok, sedikit lagi.... Nah sudah,'' si petugas mencabut jarum dari tangan Dera. Terlihat darah mengalir dari bekas luka suntik di tangan Dera. Dengan segera petugas menutupnya dengan kapas yang telah direndam Alcohol.

''Nah, sudah, mas,''
''terus itu darah saya mau dibawa kemana?''
''berikutnya darah ini disimpan di dalam tabung inkubator. Terus jika diperlukan, darah ini baru akan disumbangkan ke orang yang membutuhkan,''
''ooh begitu,''
''setelah ini, mas mendapat kupon untuk makan dari petugas di luar,''
''hmm yasudah, ini sudah selesai?'' tanya Dera.
''iya, sudah selesai,''
''yaudah, terimakasih, dok,''
''iya sama-sama,''

Dera meninggalkan ruangan donor itu dan segera mengambil makanan yang telah disediakan bagi pendonor.

Ruang makan ini terlihat agak ramai. Dera tidak bisa menemukan si tukang cukur yang mengajaknya. Dera melihat seorang pemuda seusianya tadi sedang makan sendiri di pojok ruangan.

Dera menghampirinya,
''boleh saya gabung?''
''oh iya silahkan,'' ucap pemuda itu dengan ramah.
''saya Dera,'' Dera memperkenalkan dirinya.
''saya ****,''
''baru pertama kali donor?'' tanya Dera.
''nggak, ini udah yang ke 7 kali,''
''hah? Beneran?''
''iya, bener,''
''kamu kelas berapa?''
''emm... Saya nggak sekolah, mas,''
''hah?!'' Dera terkejut mendengar ucapan pemuda ini.
''terus biasanya kamu ngapain?'' tanya Dera lagi.
''saya biasa ngamen sama jualan koran, mas,''
''kenapa nggak sekolah?''
''ya biasalah, mas, masalah duit,''
''udah berapa lama nggak sekolah?''
''sekitar 3 tahun. saya berhenti waktu SMP, mas,''
''terus kalau donor darah udah dari kapan?''
''kalau donor baru 2 tahun lalu. Biasanya setahun saya ikut donor 3 kali,''
''3 kali? Sakit kan pas ditusuknya?''
''saya sudah biasa, mas. Donor darah itu sehat. Bisa mengurangi resiko penyakit jantung. kita juga bisa cek kesehatan gratis. Pemerintah juga menyediakan penghargaan buat pendonor, mas,''
''penghargaan apa?''
''Satya Lencana Kebaktian sosial,''
'hmm begitu..''
''terus donor darah juga untuk membantu sesama, mas. Katanya 1 kantung darah kita itu bisa menyelamatkan 3 nyawa orang yang membutuhkan,''
''tapi kan kita nggak mengenal orang yang mendapat sumbangan itu,''
''yah, mas. saling tolong menolong itu kan nggak harus ke orang yang kita kenal aja. Zaman sekarang itu yang benar-benar mau saling tolong menolong itu cuma sedikit, mas. Lah yang mau menolong dengan berkorban harta aja nggak banyak, apa lagi yang mau berkorban nyawa?'' jelas Pemuda itu.
''hmm.. Benar juga,''
''makanya itu, mas. Saya kan nggak bisa menyumbang harta, jadi saya menyumbang darah saya untuk yang membutuhkan,''
''walau pun tetap nggak ada yang ngebantu kamu nantinya?'' tanya Dera.
''iya, mas. Ngebantu sesama itu harus ikhlas,'' jawab ****.
''Bukan untuk penghargaan dari pemerintah tadi. Itu cuma bonus. Yang penting itu rasa peduli kepada sesama. Membantu sesama itu bisa jadi ibadah. Sedekah, mas,'' lanjutnya.
''hmmm.. Sedekah, ya,'' Dera hanya mengangguk mendengar penjelasan penjual koran itu. Dalam hati, Dera merasa malu. Sikap pemuda di sebelahnya membuat Dera mengingat apa saja yang telah ia perbuat selama ini. Ia kagum terhadap kesediaan pemuda itu dalam membantu sesama dengan ikhlas.

''Kalau misalnya cuma sedekah uang terus, untuk keperluan sendiri gimana?'' Dera kembali bertanya.
''Sedekah itu ya semampunya kita, mas. Kalau untuk keperluan saya sendiri, saya syukuri aja apa yang ada,''
''bukannya kalau sering sedekah, uang kita jadi berkurang?'' Dera coba menguji pemuda itu.
''Demi Tuhan, nggak, mas. Sedekah itu justru menambah harta nantinya. Juga menambah rasa saling menyayangi. Dalam keadaan apa pun kita bisa bersedekah. Dalam bentuk apa pun. Dalam keadaan lapang bersedekahlah, dan dalam keadaan sulit bersedekahlah pula, itu kata orang tua saya,''

Dera tertegun mendengarnya. Rasa kagum memenuhi hati Dera. Belum pernah ia menemui seseorang yang terus bersedekah dalam keadaan sulit. Apa lagi sedekah itu berkorban nyawa.

''... Terima kasih, ya,'' Mata Dera berkaca-kaca. Seolah ia telah disadarkan dan diajarkan tentang kepedulian sesama.

''iya, sama-sama, mas,''

Tak lama kemudian, si tukang cukur datang untuk mengajak Dera pulang.
Setelah pamit dengan pemuda tadi, Dera beranjak pergi bersama si tukang cukur.

''gimana, kak?'' tanyanya.
''... Kang, saya mau jadi pendonor tetap,''
''kalau ada acara donor darah lagi, nanti mau saya ajak lagi, kak?''
''iya, acara bakti sosial yang lain juga nggak apa-apa, kang. Saya mau ngebantu sesama, saya mau peduli sama orang-orang,'' jawab Dera.
''iya nanti kalau ada saya kabari,''

Dera pulang ke rumah bersama si tukang cukur. Dalam hati Dera merasa bersyukur telah mengikuti acara donor darah tersebut. Ia mendapat sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang kemanusiaan. Tentang kepedulian, juga tentang pengorbanan.
Ia menyampaikan pengalamannya itu kepada teman-temannya.
Dera bertekad menyadarkan orang-orang untuk peduli, untuk saling menyayangi melalui pengalaman itu.
Sebuah pengalaman berharga untuk sesama.
Sebuah misi sederhana untuk umat manusia...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented