Selasa, 21 Januari 2014

Simbiosis Iri Hati

Assalamu'alaikum

Hai, blogs!
Biarkan gue memulai posting kali ini dengan menyebutkan kabar gue di wilayah 2 ini baik-baik aja. Sekarang ini lagi libur semester. Well, gak juga sih. Sebenarnya masih minggu-minggu remedial tapi karena matkul gue gak ada yang remed, otomatis gue libur. Yeay :D

oiya, walaupun libur, gue gak berniat balik ke wilayah 1. Kenapa? soalnya... ya ada sesuatu yg harus dikerjakan di sini. Gue tanpa sengaja masuk dalam suatu kepanitiaan organisasi gitu. Dan acara dari organisasi itu ada pas minggu-minggu liburan. Sebenarnya sih selow aja kalo mau pulang. Tapi gue disuruh belajar tanggung jawab. Gue gak boleh kabur dari tugas gue sebagai panitia. Siapa yang nyuruh? Siapa lagi kalau bukan Urf -___-. Tapi gapapa. Kalian yg di wilayah 1 gak usah khawatir. Gue insya Allah akan pulang pertengahan Februari, saat matahari tepat berada di ekuator (padahal itu 21 maret -_-). Pokoknya gitu dah. Sampai saat itu tiba, tumpuklah rasa rindu kalian padaku dan lepaskan pada saat kita bertemu :) -____-

oke oke. Pembukaannya kepanjangan ya? Maap.

Kali ini gue mau bahas sesuatu dari sudut pandang gue. Emm... sebenernya sih ini umum. Tapi gapapa deh.

Kita mulai ya...

Kalian punya gak seorang teman yang menurut kalian itu hidupnya perfect banget? Dia punya segala sesuatu yang kalian inginkan. Dia punya sikap yang baik, punya banyak teman, pintar, tabungan ada, tampang rupawan dan lain-lain.

Kalian memandang sosoknya sebagai pribadi yang WOW banget. Mengidolakannya. Kagum sama dirinya hingga kadang muncul sikap iri. Kalian ingin menjadi dirinya. Menjalani kehidupan dia.

Sebagai contoh, kita memiliki seorang teman yang bisa dibilang kaya. Tajir. Segala barangnya mewah, mahal, import. Handphonenya canggih. Kalau bateraynya habis, langsung beli yang baru. Dasar gaptek, dia gak kenal chargeran -_-. Yaa pokoknya hidupnya serba berkecukupan bahkan berlebihan.

Pengen gak sih kita punya hidup kayak dia? Gue sih pengen. Jangan diliat dari sisi hedonismenya. Tapi dari handphonenya yg gonta-ganti melulu -_-. Nggak deng. Walaupun itu harta orang tua, tapi kan tetep aja jatohnya ke kita juga.

Contoh lain. Kita punya teman yang hidupnya itu bebas banget. Bisa jalan-jalan kemana-mana, pulang malem, gak dikekang orangtuanya, bebas memilih apa pun jalan hidupnya.

Sementara kita masih dikekang orang tua. Jajan dibatasin, gak boleh pulang malem, lewat dari jam 10 malem langsung dikunciin, selalu ditelponin, gak boleh pacaran dan lain-lain. Hidup terkekang gitu menyebalkan ya? Kita ingin jadi seperti temen kita yang bebas itu. Iri dengan keleluasaan hidupnya. Pernah gak ngerasa kayak gitu?

Atau contoh lain lagi. Kita punya teman yang pinternya kelewat wajar. Dia selalu belajar tekun. hidupnya penuh dengan buku. Kerjaannya belajar, belajar, dan belajar.  Akibatnya dia jadi juara kelas, menang banyak lomba, dapet beasiswa, dan berbagai penghargaan lainnya. Enak? Banget. Masa depannya cerah, terjamin, pintar, dikenal sebagai sosok genius, teladan dan semacamnya. Di lain pihak, kita ini gak pinter-pinter banget. Nilai pas-pasan, sama kayak muka-_-. Gak punya beasiswa, masa depan abu-abu dan segala macam kesuraman lainnya.

Iri gak sih kalau kita ngeliat orang-orang kayak mereka? Sebagian pasti iri. Tenang, gue juga iri kok. Itu wajar. Manusia emang punya sifat iri.

Tapi pernah gak kalian berpikir kalau orang yang hidupnya itu kita idam-idamkan, yang selalu ngebuat kita iri itu sebenernya justru iri sama kita?

Teman kita yang hidupnya serba berlebihan itu sebenernya ingin berhemat, ingin belajar membangun penghasilan dari bawah. Bukan dengan penghasilan orang tua.
Pernah gak kalian mikir di saat kita kagum sama kemewahannya dia, dia justru kagum sama kesederhanaan kita? teman kita yang hidupnya penuh barang mewah itu ternyata kagum dengan kita yang hidupnya tercukupi dengan barang murah.

pernah gak kalian mikir orang yang hidupnya bebas dari kekangan orangtua  justru sebenarnya ingin dekat dengan orangtuanya? Ingin diperhatikan orangtuanya. Dia justru iri ngeliat kita yang selalu dikhawatirkan orangtua kita. Dia ingin nerima telepon dari orangtuanya juga. Siapa yang tau dibalik kebebasannya dari orangtua yang kita idam-idamkan itu sebenarnya dia justru iri dengan perhatian orangtua yang kita dapatkan.

Lalu teman kita yang pinter banget itu sebenernya dia juga ingin bermain. Ingin santai. Dia iri dengan hidup kita yang baginya menyenangkan dan lebih berwarna. Beda dengan hidupnya yang semonoton buku-buku yang dia baca. Di saat kita iri melihat keberhasilan dia, dia justru iri melihat kebebasan kita.

See? Setiap dari kita memiliki rasa iri pada seseorang. Siapa pun itu. Pasti kita punya rasa iri. Tapi sadar gak kalian kalau di luar sana banyak orang yang iri dengan kehidupan kita? Di luar sana justru banyak orang yang ingin jadi seperti kita.

Contoh paling mudahnya, anak jalanan yang hidupnya bebas, banyak bermain itu ingin mengenyam pendidikan sekolah. Sementara kita yang sekolah, ingin rasanya hidup bebas seperti anak jalanan itu. Kenapa? Karena kita gak tau masalah apa yang kita hadapi masing-masing.

Anak jalanan mana tau masalah kita di sekolah yang dikasih banyak tugas, ulangan, ujian dan lain-lain. Sedangkan kita mana tau masalah anak jalanan yang harus ngamen buat makan, panas-panasan, menghirup debu jalanan dan sebagainya. Kita iri pada bagian nikmatnya hidup orang lain tanpa mau mengenal apa yang udah orang lain itu lakukan. Kita cuma memandang sisi enaknya aja tanpa melihat usahanya. Wajar? Wajar kok. Namanya juga manusia.

Gue pun begitu.
Mungkin di luar sana ada orang yang kagum sama gue. Entah itu karena menurut dia gue itu pinter, rajin atau apalah. Wait, gue gak bermaksud sombong. Dia ngerasa gue akan sukses di masa depan. Dia iri dengan kemampuan gue. Dia minder dengan kemampuannya yang terbilang pas-pasan. Dia punya cita-cita dan mimpi yang tinggi tapi ngerasa kemampuannya gak cukup buat wujudin itu.

Dia bilang, "kalau gue sepintar elu mungkin gue bisa ngewujudin cita-cita gue dengan mudah, dit." Ada orang yang bilang kayak gitu dulu.

Tapi tau gak? Gue justru iri sama dia. Gue punya kemampuan tinggi, tapi gue gak punya mimpi. Cita-cita gue gak tinggi-tinggi banget. Malah sebenarnya gue gak tau cita-cita gue mau jadi apa-_-. Gue iri ngeliat dia yg punya kemampuan di bawah gue tapi punya mimpi yang lebih tinggi.

Ada juga temen gue yang kagum/iri dengan gue soalnya gue jarang belajar tapi nilai gue bagus. Dia menganggap gue pinter. Sementara dia yang belajarnya rajin, tekun itu nilainya masih standar. Dia iri ngeliat gue yang dengan jarang belajar tapi hasilnya memuaskan. Tapi pernahkah dia berpikir di sisi lain gue iri ngeliat usahanya? Gue pengen bisa berusaha kayak dia, belajar giat kayak dia. Gue pengen jadi orang yg rajin dan tekun begitu.

Blogs, gue dapet perumpamaan keren tentang masalah yang gue bahas kali ini.

"Bebek berjalan bergerombol di darat, Elang terbang sendirian di langit."

Mungkin bebek-bebek itu iri ngeliat Elang yang terbang bebas di langit. Tapi siapa yang tau kalau si Elang itu sebenarnya ingin bisa bergerombol dengan kawan-kawannya kayak si bebek.

Lewat post kali ini gue pengen menunjukan sesuatu yang sangat penting yang harus kita lakukan. Ya, bersyukur. Banyak di antara kita yang mungkin masih sering melupakan itu. Jujur aja, gue juga kok.

Bersyukurlah. saat kita iri dengan kehidupan orang lain, di sisi lain masih ada orang yang iri dengan kehidupan kita. Saat kita mengeluh dan menganggap masalah orang lain lebih mudah, ada orang yang mengeluh dan menganggap masalah kita itu mudah. Selalu begitu.

Ada yang tau kenapa? Karena Tuhan itu maha Adil. Gak ada kehidupan manusia yang sempurna. Kita semua memiliki sifat iri kepada orang lain. Itu mungkin sebenarnya untuk motivasi diri agar jadi lebih baik. Ya, kalau kita bisa mencegah rasa iri berubah jadi dengki. Gimana cara mencegahnya? Bersyukur.

Bersyukur atas apa yang kita miliki dan bersyukur atas apa yang kita tidak miliki.

Mudah-mudahan postingan kali ini lebih bermanfaat ya.

Sebelum gue tutup, lets say Alhamdulillah :)

oke. sekian dulu, blogs

Assalamu'alaikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented