Minggu, 01 November 2015

Jarak Antara Kita

Wahai saudaraku..
Akh! Tak pantas rasanya kau menyebutku saudara. Setelah aku meninggalkanmu menghadapi penderitaanmu sendirian. Seolah kita adalah tubuh yang terpisah. Atau akulah bagian yang tersuntik anastesi. Aku tidak lagi merasakan perihmu..

Katakan padaku, kawan..
Bagaimana kamu bisa sekuat itu bertahan?
Bagaimana dirimu bisa menggenggam keyakinan itu begitu erat? Sedang disini aku hampir meloloskannya dari genggamanku..

Katakan padaku, kawan..
Seperti apakah mati itu?
Sakitkah rasanya?
Adakah ia sama dengan terbangun dari mimpi panjang yang fana?

Ceritakan padaku, duhai sahabat..
Seperti apakah maut yang datang menggandeng dirimu?
Seperti apa dunia yang menunggumu di alam sana?

Aku khawatir wahai teman..
Kau akan meminta pertanggungjawabanku saat bibir ini tak bisa lagi memuntahkan beribu alasan.
Saat tangan dan kaki mengeluh karena aku tuan mereka yang begitu hina.

Dimana diriku saat kamu tersiksa?
Dimana diriku saat kamu menangis?
Bagaimana aku mengeluhkan panasnya siang saat api membakar rumahmu?
Bagaimana aku bisa bersantai saat air menghujaniku sementara peluru menghujanimu?

Kami tidak sebanding denganmu..

Di sana, para wanita mati-matian mempertahankan kehormatannya, sementara disini mereka rela menghinakan dirinya. Bukan hanya remaja. Bahkan juga orang tua. Atas dasar "gaya" katanya.

Di sana, orang-orang berlomba-lomba mengerjakan shalat. Di sini kami menundanya bahkan tak jarang terlewat.

Di sana, orang-orang bertaruh
nyawa datang ke masjid tapi masjid dirobohkan. Di sini, orang-orang tak peduli dengan nyawa tapi masjid ditinggalkan.

Di sana, orang-orang berjerihpayah menyampaikan dakwah. Di sini, dzikir pun jarang. Yang keluar dari lisan ini hanya makian, hinaan, hujatan, tawa dan permintaan.

Bagaimana bisa kami berkata "kami adalah orang yang baik, saat aib kami begitu besar?"

Bagaimana kami bisa mengira kami akan masuk surga, saat bahkan tak ada jalan untuk keluar dari neraka?

Bagaimana kami membanggakan kecerdasan otak, saat kecerdasan sesungguhnya adalah mempersiapkan diri untuk kehidupan berikutnya?

Bagaimana kami masih sibuk mengejar harta dengan teknologi mutakhir saat sebentar lagi dunia akan berakhir?

Ya Allah..
Kami harus bagaimana?
Kami ingin menjadi orang yg bermanfaat..
Kami ingin menolong mereka..
Kami ingin menolong agamaMu..
Bolehkah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented