Kamis, 07 November 2013

Si Gadis Pemain Biola

Tepat pukul 20.00
kembali kudengar suara itu lagi.
Masih dari sumber yang sama oleh orang yang sama.
Si gadis pemain biola.

Aku selalu memperhatikannya. Saat jemari mungil itu menari di atas dawai yang bergetar. Mengalunkan nada-nada sumbang yang terlalu indah untuk di dengar manusia.
Mudah dipahami namun sulit untuk aku artikan.
Entah apa maksud hatinya yang terlalu dalam atau hatiku lah yang terlalu dangkal tuk menerka.

Si gadis pemain biola.
Begitu aku kerap memanggilnya. Namun dia tak pernah menoleh. Tetap melanjutkan simponi tanpa batas miliknya.
Semakin abstrak.. semakin abstrak.

Dalam hitungan detik, menit, jam ia tak kunjung berhenti.
Malah semakin lincah jari itu menari.
Di atas lantai dansa kecil bernama biola.
Yang tersayat, tergores halus oleh setiap guratan dawainya. 

Tepat pukul 01.00
Aku tau dia akan mulai menangis. Kerap aku bertanya kenapa. Tapi ia tetap bungkam tak peduli. Seolah aku ini tidak ada. Atau sebenarnya.. dia lah yang tak ada?

Tangisnya beradu masih dengan iringan melodi sumbang yang tak kunjung membuatku jenuh meski ribuan kali kudengar.
Dua suara yang kadang tersamarkan derasnya hujan  tengah malam.
Atau bersaing dengan hiruk pikuk  penghuni-penghuni malam.
Atau bahkan harmonisasi dari keempatnya yang sering kali menghalangiku dari gerbang mimpi-mimpi.

"Hai, gadis pemain biola," begitu aku berbisik.
Berharap ia berhenti dan menatapku.
Berharap ia tidak lagi mengacuhkanku.
Aku ingin ia menyudahi alunan simponi sendu yang membuat aku candu.
Atau haruskah aku hancurkan biola rapuh bernada sumbang itu?
Agar aku dapat melihat wajahnya.
Supaya aku tau namanya.
Atau sekedar mencari tau siapa di antara kita yang sebenarnya ada di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented