Assalamu'alaikum, blogs!
Assalamu'alaikum, silent reader!
Bagaimana keadaanmu? Semoga dalam keadaan luar biasa biasa ajanya ya. Kondisi gue saat ini juga biasa aja sih. Oiya, karena saat ini bulan ramadhan, mewakili semua admin blog ini (which is hanya gue) kami mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga lancar, semoga berkah, semoga amalan kita diterima Allah SWT. Aamiiin.
Pada post kali ini gue mau ngobrol aja. Well, nggak deng. Ngobrol butuh setidaknya 2 orang yang saling bicara dan menanggapi. Semenjak jarang ada tanggapan atau komentar di blog ini, so it will be one-side sharing sesion.
Ide post kali ini berasal dari pengamatan gue terhadap orang-orang. Tentang janji sepihak, tentang kepemimpinan. Objeknya adalah sebagian besar orang. Maaf kalau ada yang tersinggung. Semoga kamu gak merasa.
Semua bermula dari pemilihan umum tahun 2017. Yap, pemilu gubernur yang baru beberapa bulan lalu. Bagi gue pribadi, ini pemilu paling kacau yang gue alami selama gue hidup. Sebagai warga negara Indonesia yang dicekokin program tv yang gak netral, ditambah media sosial yang saling menyerang, gimana gue gak ngerasa pemilu kali ini rusuh banget? Bayangkan aja, indonesia udah kayak mau terpecah belah gitu. Padahal permasalahannya yang paling disorot cuma di satu provinsi, DKI Jakarta. Tapi pro-kontranya menyebar luas hampir ke seluruh indonesia. Sampai banyak sekali demo, unjuk rasa dan aksi lainnya. Ada yang damai, ada yang rusuh. Setiap aksi dari 1 kubu hampir selalu ditandingi aksi kubu lainnya. Parahnya lagi, setelah pemilu selesai pun masalah tetap terus mengalir. Tetap ada. Perpecahan efek dari pemilu tetep terus berlangsung. Saling menghina. Saling menjatuhkan. Seriously, ini luar biasa banget biasa ajanya!
"Kamu sendiri mendukung pihak mana, dit?"
Well, gue mendukung pihak yang menjalankan aksi dengan damai. Ya gue juga gak ngedukung dengan berbuat sesuatu sih. tapi gue lebih pengen semuanya damai. Boleh berpendapat tapi jangan sampai menghina orang. Jangan gunakan kata-kata yg gak pantas.
Pepatah mengakatan,
"Mulutmu, Harimaumu"
Urf bilang,
"Di dunia maya, kata-katamu mencerminkan isi kepalamu. Kecuali kamu seorang pembohong."
Yup, kalau kata-kata yg kita gunakan aja kata-kata yg ngerendahin orang lain, betapa rendahnya pikiran kita. Kan konyol. Kamu pasti sering melihat komentar yang menjatuhkan dan menghina. Gak harus soal pemilu. Hal sepele juga bisa jadi perdebatan yang ujung-ujungnya ngebuat orang saling menghina. Orang-orang berpendapat. mereka merasa pendapatnya paling benar. Dan untuk memperkuat pembenaran pendapat mereka, mereka menjatuhkan orang lain. Sesimple itu polanya. Well, itu yang gue amati.
Dalam pemilu di seluruh Indonesia, perdebatan juga muncul dari program calon pemimpin untuk mengatasi permasalahan di wilayah kerja mereka. Biasanya sih masalahnya banjir dan macet. Masalah yang umum banget ya. Nah, para calon pemimpin ini mengemukakan rencana mereka di hadapan masyarakat dengan apiknya. program-program jitu yang keliatannya terencana matang disampaikan ke masyarakat untuk menarik simpatisan. Para calon pemimpin menjanjikan kota yang bebas macet dan banjir. Keren ya? Ya keren. Tapi buat gue, nonsense.
Para calon pemimpin ini memang luar biasa pemikirannya. Semua programnya ditujukan untuk membuat kota jadi lebih baik. Mereka berusaha mencarikan solusi bagi masyarakat. Tapi, blogs, kebanyakan program itu selalu gagal. Contohnya DKI Jakarta. Berapa banyak gubernur yang menjanjikan jakarta bebas banjir dari dulu? Mungkin dari sebelum kita lahir. Tapi kenyataannya masih banjir. Berapa banyak pemimpin yang menjanjikan jakarta bebas macet? Kenyataannya macet masih banyak terjadi. The Question is, Why? Why it's not working? Kenapa rencana mereka yang matang dan tersusun rapih itu gagal?
Kamu tau kenapa?
KARENA MEREKA MENAWARKAN SOLUSI KEPADA PEMBUAT MASALAH!!
Sengaja gue capslock karena rasanya gue pengen teriakin hal itu -_-.
Masalah banjir. para pemimpin ngebuat program pelebaran sungai, perbaikan saluran air dan semacamnya. Mereka berusaha mewujudkan program yang mereka janjikan kepada masyarakat. Tapi, masyarakatlah yang buang sampah sembarangan. Mereka sendiri yang menyebabkan banjir. Mereka sendiri yang menderita. Tapi karena 1 orang udah berjanji untuk membebaskan mereka dari banjir, maka si orang ini yang disalahkan. Dihujat, dicaci maki, dihina. Dianggap gak becus. Padahal mah....
Rasanya aku ingin berkata kasar -_-.
Apa masyarakat perlu himbauan agar gak buang sampah sembarangan? Apa perlu sosialisasi tiap tahun? Tiap minggu? Tiap jam? No! Mereka sadar buang sampah sembarangan itu menyebabkan banjir, tapi tetep aja dilakukan. Seolah berpikir, "saya korban banjir akibat pemimpin gak bisa mengatasi banjir". Play victim dan pura-pura gak sadar siapa pelakunya.
Masalah macet juga gitu.
Kendaran umum udah ada. Udah coba dibikin nyaman. Udah dibuat jalur khusus bus supaya gak macet. Itu solusi kemacetan yang ditawarkan. Tapi... Tetep aja ada kendaraan pribadi yang nerobos. Tetep aja ada yang bikin macet. Tetep ada yang melanggar aturan lalu lintas. Dan tetep aja sang pemimpin yang disalahkan. lagi-lagi dianggap gagal dan gak becus oleh masyarakat. Oleh sebagian besar pembuat masalah.
Serius deh, blogs, kalau begini terus, sampai kapanpun masalahnya gak bakalan teratasi. Siapapun pemimpinnya dan bagaimana pun programnya, kalau hanya janji sepihak, masalah yang sama akan terus terulang. Para pemimpin akan tetap dijadikan pelaku oleh mereka yang mengaku korban.
"Solusinya gimana, dit?"
Well, Susah dan agak kejam. Tapi gue rasa solusinya adalah kontrak. Perjanjian 2 pihak antara pemimpin dan rakyat. Perjanjian untuk saling membantu mengatasi masalah. Bukan perjanjian sepihak yang memberatkan 1 orang. Bukan janji satu orang kepada ratusan ribu orang yang berusaha membuat dia ingkar.
Contohnya gini,
"Saya berjanji kota A akan bebas banjir ASALKAN masyarakat berjanji mau bekerja sama"
"Saya berjanji kota A akan bebas banjir ASALKAN warga kota A berjanji tidak membuang sampah sembarangan"
"Saya berjanji kota A akan bebas banjir, ASALKAN penyebab banjir di kota A saya basmi. Yaitu kalian, hai warga kota A yang membuang sampah sembarangan."
Semacam itu.
See? Janji dengan syarat seperti itu adalah solusi yang gue pikirkan. Karena gue rasa gak adil kalau hanya sebagian kecil orang berusaha membangun saat sebagian besar orang lain berusaha menghancurkan. Yang disalahkan pasti minoritas. Pasti sebagian golongan kecil itu. Masyarakat gak bodoh. Mereka akan dengan pintarnya mencari kesalahan si pemimpin untuk menjatuhkan dirinya. Untuk berperan sebagai korban dari janji manis pemimpin yang mereka buat ingkar.
"Bukannya si pemimpin yang harus persuasif mendidik masyarakat ya? Mendisiplinkan mereka, dit"
Iya, itu kewajiban pemimpin. Dan udah dilaksanakan dengan peraturan-peraturan. Tapi.. Mereka mengelak dengan semboyan, "Peraturan dibuat untuk dilanggar." -___-
Luar biasa ya permasalahannya...
Luar biasa juga mereka yang tetep berusaha menjadi pemimpin dengan berbagai macam tawaran program ke masyarakat. Terlepas dari tujuan aslinya yang terselubung. Yang mungkin mengincar kekayaan, jabatan, dan kekuasaan. Semoga nggak yaa. Tapi gue gak bahas itu kali ini.
Jadi seperti itulah, blogs, masalah yang gue amati di negeri ini. Masalah yang belum ada ujungnya. Masalah yang akan semakin parah. Tanggung jawab yang akan semakin besar. Kekacauan yang akan semakin gila.
Siapa pun pemimpin berikutnya, dia akan menghadapi zaman yang lebih kacau dari zaman sekarang.
Dari Zubair bin Adly bahwa ia melaporkan kepada Anas setelah perdebatan, lalu Ia (Anas) berkata, “ Bersabarlah kalian !, Susungguhnya, tidak akan datang pada kalian suatu zaman kecuali yang lebih jelek daripadanya hingga kalian menjumpai Tuhan kalian. Ini saya dengar dari Nabi SAW.” (HR Bukhari dan Turmudzi)
Assalamu'alaikum, blogs