Minggu, 31 Januari 2016

Disc 2 Chapter 5

Disc 2 chapter 5: Dua waktu (prologue)
Detik ini akan menentukan detik berikutnya
Menit ini untuk menit berikutnya
Jam ini untuk jam berikutnya
Hidupmu saat ini untuk hidupmu berikutnya.
Katakan padaku, kau inginkan masa depan yang seperti apa?

Disc 2 Chapter 5: World of silent
Kata-katanya telah membungkamnya.
Ekspresinya telah menguburnya.
Kau tidak bisa lagi mendengar hatinya berteriak,
"Tolong Aku..!"

Tapi Dia tidak begitu

Disc 2 Chapter 5: Behind The Scene
Kisah yang aku ceritakan padamu adalah rahasia. Ketangguhan yang kau lihat padaku adalah rahasia. Jangan kau katakan apapun pada dunia. Karena kau adalah rahasia

Disc 2 Chapter 5: Blackhole
Drag me to loneliness and you'll find the third.
Complete those missions, you'll get the second.
Stay beside me, you'll get to know the first.
In some random events i'll tell you the truth.

Disc 2 Chapter 5: Berpijak pada angin
Rasa kehilangan akan sesuatu memberimu lebih dari cukup untuk berusaha mendapatkan segalanya. Akh! Aku tau ini hanya rasa sementara.

Disc 2 Chapter 5: Tahun ke 7
"Semenyedihkan apapun dirimu saat ini, keberadaanku adalah sesuatu yang akan kau tertawakan nanti. Terimakasih karena masih menganggapku ada"

Disc 2 Chapter 5: dirimu semu.
Bertemu denganmu di dalam mimpiku hanya menambah daftar panjang rasa rinduku. Tunggu, aku bahkan tidak tau siapa kamu.

Disc 2 Chapter 5: Shadow
Cepatlah pergi!
Aku ingin merindukanmu

Disc 2 chapter 5: This time, This Cursed

Waktu adalah uang.
Waktu adalah pedang.
Tak peduli apa katamu,
Kamu tidak bisa mengutuk waktu tanpa mengutuk dirimu..

Disc 2 chapter 5: Seperti cermin
Mereka bilang, "mulutmu, harimaumu".
Benar. Kata-kata yang keluar dari lisanmu mencerminkan apa yang ada di pikiranmu..
Kecuali kamu seorang pembohong

Disc 2 Chapter 5: Dangerous Desires
Ada banyak pembunuhan di dalan pikiranmu. Untunglah kamu seorang pengecut.

Disc 2 Chapter 5: Evening Flow
Kau terpelanting, kau terbanting..
Seperti sungai dan hujan..

Disc 2 Chapter 5: The edge of Evening
Kembalilah! Aku punya janji dengan dirimu di kala itu

Disc 2 Chapter 5: You
Jika aku mengatakan aku pergi sendirian bersamamu, lalu siapakah dirimu?

Sabtu, 16 Januari 2016

Batas Mayoritas!

Assalamu'alaikum, bloooooogs!

Aku tau.. Ini udah terhitung lama banget sejak gue terakhir main ke sini. Do you miss me? I do miss you. Entah siapa "you" nya...

Maaf ya gue meninggalkan blogs cukup lama. Soalnya.... Ah gak penting juga sih alasannya. Yang jelas gue kembali dengan berbagai cerita yg akan gue sampaikan. Penasaran? Nggak? Yaudah -_-

Anyway, post kali ini adalah sebuah pemikiran. Gue udah pelajari sejak... Gue ulangtahun desember 2015 silam. Ini tentang menjadi diri sendiri.. Dan sesuatu yang membatasinya..

Baiklah! Kita mulai!

Emm..
Adakah di antara kalian yg jago bermain peran? Acting? Jadi aktor mungkin? Kayaknya reader gue gak ada yg aktor ya -_-. Kalau begitu ada yg udah pernah main drama? Pasti ada!
Gue udah pernah main drama. Waktu SMA. Walaupun gak jago-jago banget sih.

Enak gak main drama? Asik lah ya. Apa lagi kalau dibayar. Kalau pun gak dibayar ya gapapa juga sih.

Seni bermain peran atau drama adalah seni yg, menurut gue, harus menjadikan kita berperan sebagai orang lain. Kita harus meresapi tokoh yg kita perankan dan benar-benar menjadi sosok tokoh tersebut. Walaupun karakter tokoh yg kita perankan berbeda jauh banget sama kita. Kalau dulu sih.. Peran gue cuma sebagai orang biasa yg jago ngerakit sesuatu. Gak jauh beda dengan karakter asli gue. Perannya gak terlalu penting juga. Tapi lumayan asik. Gimana denganmu? Suka main drama? Jadi karakter yg seperti apa? Pasti asik ya..

Tapi, blogs, pembahasan gue kali ini bukan tentang bermain drama di pentas drama. Melainkan bermain drama dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi orang lain di saat kita tidak harus jadi orang lain. Ngerti gak maksud gue?

Ini bermula semenjak gue merenungi beberapa hal. Tentang senyum palsu. Keren gak sih istilah "Senyum Palsu"? Dulu populer di Friendster gue. Sekarang udah pindah ke status FB teman-teman yg gak gue kenal. Tentu saja kebanyakan remaja. Biasanya ini dinyatakan oleh mereka yg galau banget dan berusaha buat tegar. Tapi gagal gara-gara update status FB -_-. Senyum Palsu ini, buat gue, menggambarkan seseorang yg sok tegar tapi pengen dikasihani. Dia membohongi diri sendiri dan orang lain. Dia ingin ada yg peduli sama dia. Tapi pas ditanya kenapa jawabnya, "gapapa kok :')"
Selin.. -___-

Selang waktu berikutnya mulai muncul istilah " Muna". Tau muna gak? Itu kependekan dari "Munafik". Semacam orang yg baik di depan kita tapi jahat dibelakang kita. Atau istilah kerennya itu "Backstabber". Orang semacam ini jago banget main dramanya. Walaupun akhirnya ketauan juga sih. Backstabber biasanya jauh lebih dibenci dari si Senyum Palsu karena Backstabber bisa merugikan orang lain dan menghancurkan hubungan. Bisa menyebar aib, fitnah, dan lain-lain. Bagaikan musuh dalam selimut.. Pokoknya bahaya deh!
Akibatnya orang-orang yang tersakiti hatinya akan saling membenci. Lebih lagi bisa menutup diri. Ekspresi yg orang ini lemparkan hanya ekspresi palsu untuk menutupi sakit hatinya.
Dia mulai hidup dalam kebohongan.

Seiring berjalannya waktu, hidup seolah memaksa kita untuk berpura-pura. Bukan, bukan hidup.. Tapi orang-orang di sekitar kita. Kita jadi terbiasa berbohong. Entah untuk keuntungan kita sendiri atau sekedar menjaga perasaan orang lain. Atau bahkan menutupi perasaan kita. Kita mulai mengenal istilah panggung kehidupan. Semua orang yang hidup seolah memakai topeng untuk menyembunyikan perasaannya. Gue rasa kalian juga mengerti dan pernah merasakan sesuatu semacam ini.

awalnya terasa keren. Seolah kita menjadi sosok misterius yg sulit dipahami. Tapi kenyataannya ini menyedihkan. Kita seolah berperan sebagai seorang tokoh yg ceria saat kenyataannya kita merasa sedih. Kita seperti memainkan sandiwara besar yg gak ada habisnya. Peran kita akan terhenti saat hati kita dipahami atau saat kita mati.

Well, gue gak tau juga sih, menutupi kesedihan kita itu sesuatu yg baik atau buruk. Benar atau salah. Rasanya memang gak semua orang harus tau kesedihan kita. Tapi... Kayak ada yg salah dengan pola ini. Apa ya...? Hmmm.. Mungkin guenya aja yg ngerasa ada yg salah.
Mungkin juga karena orang-orang yg gue amati di sekitar gue.

Rasa sedih dan penderitaan yg dialami seseorang akan mempertebal topeng sandiwaranya. Tau kenapa? Karena orang-orang yg menjadi tempatnya bercerita memaksa dia untuk jadi kuat saat hatinya sedang lemah. Membatasi hatinya untuk meluapkan perasaannya. Pasti kau pernah melihat atau mendengar saat seseorang lagi nangis tapi disuruh diem dan berhenti nangis. Padahal hatinya lagi sakit banget. Rasa takut akan cemoohan publik atau bullying juga menghasilkan kekuatan baru untuk menutup diri. Bukan untuk jadi lebih tegar. Dan gue rasa secara gak sadar ini dianggap jadi hal yg benar bagi sebagian besar orang, bagi mayoritas. Kebenaran untuk menahan emosi, dan memalsukan ekspresi. Perkembangan sosial memaksa kita menjadi sosok yg sama. Jadi aktor dalam drama bertopeng ini.

Kau tau, blogs? Dari dulu gue pengen bisa tampil beda. Gue gak mau sekedar ikut pendapat mayoritas. Gue ingin punya pola pikir gue sendiri. Bisa menjalani hidup sebagai diri sendiri. Karena aktor terbaik yang bisa memerankan diri gue ya gue sendiri. Noone else.

Contohnya... Dalam hal imajinasi. Sebagai seseorang yg usianya udah kepala 2, gue tetap suka berimajinasi seperti di dalam dunia game. Kenapa? Karena ini seru banget! Tapi... Sebagian orang akan berkata, "dit, usia lu kan udah 20, masa masih seneng imajinasi kayak anak-anak gitu? Jadi dewasa dong, dit."
Padahal... Saat mereka ngeliat anak kecil lagi main mereka bilang, "enak ya jadi anak kecil. Bisa main bebas. Seru. Gak ada beban pikiran. Rasanya pengen balik jadi anak kecil lagi."
-____-

Gue tau seperti apa berpikir dewasa dengan segala masalah dan logika abu-abunya. Makanya gue memilih menikmati hidup seperti anak-anak. Tapi... Mayoritas akan bilang gue salah. Dan seolah memaksa gue berpikir seperti mereka. Lalu mereka akan membatasi diri gue untuk memainkan peran gue sendiri. Akibatnya gue akan memakai topeng drama kehidupan yang tadi kita bicarakan. But no! I i want to be me!

Contoh lainnya adalah saat seseorang mengatakan orang lain alay. Dengan segala gaya foto, dan tulisannya yg sekarang melegenda. Memangnya apa yg salah dengan gaya Alay? Well, tulisannya emang salah sih. Gak sesuai EYD. Tapi itukan gaya mereka. Sesuatu yg ngebuat mereka bahagia. Dulu waktu kita berada di fase Alay kita juga ngerasa seneng-seneng aja. Gaul dan terasa keren. Tapi mayoritas mulai mencemooh dan merubah kita. Membatasi kebahagiaan kita menjadi diri kita sendiri hanya karena tidak sesuai dengan trend masa kini. Konyol...

Karena itu, blogs, gue ingin berusaha jadi diri sendiri. Apa pun trend yg ada sekarang. Mau gue ikut atau nggak, gue tetep memilih sesuai hati gue.  Dengan begitu, kebahagiaan untuk jadi diri sendiri gak akan terenggut :)

---
Okay, bloooogs..
Emm.. Kalian paham gak sama post ini?
Sebenernya gue ngerasa bagian awal hingga akhir post ini agak gak nyambung. Gue menggelar topiknya terlalu lebar -_-. Gue jadi bingung sendiri lagi ngebahas apa. Dan berkali-kali kena Writter' Block. Ini ngeselin banget! Gue harus berusaha menyambungkan topik mulai dari senyum palsu, backstabber, peran, topeng, mayoritas, jadi diri sendiri.. Pokoknya gitu deh. Yah semoga bisa diambil hikmahnya dan bermanfaat untuk kita semua. Kalau paham sih.. -_-

Udah ya?
Assalamu'alaykum, blogs

who am i?

Foto saya
i am capriciously semi-multitalented